Pedoman Evaluasi Oleh Pendidik Dan Modul Usbn (Panduan Penyusunan Soal Usbn)

Berikut ini ialah berkas Pedoman Penilaian Oleh Pendidik dan Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN). Download file format PDF.

 Berikut ini ialah berkas Pedoman Penilaian Oleh Pendidik dan Modul USBN  Pedoman Penilaian Oleh Pendidik dan Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN)
Pedoman Penilaian Oleh Pendidik

Pedoman Penilaian Oleh Pendidik

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Pedoman Penilaian Oleh Pendidik:

Baca Juga


KATA PENGANTAR

Penilaian ialah pecahan dari kurikulum. Penilaian merupakan alat penilaian yang berfungsi sebagai citra ketercapaian Standar Nasional pendidikan. Penilaian dalam kurikulum 2004 maupun 2013 mempunyai cakupan yang sama untuk dinilai, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang dan terintegrasi dalam proses pembelajaran, sehingga sanggup dipakai untuk mengukur ketercapaian kompetensi untuk setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan.

Implementasi Kurikulum 2013 berimplikasi pada model penilaian pencapaian kompetensi peserta didik yang harus dilakukan oleh pendidik. Penilaian oleh pendidik tidak hanya berfokus pada penilaian hasil belajar, tetapi juga harus memperhatikan proses penilaian yang sifatnya lebih kualitatif untuk proses perbaikan pembelajaran baik untuk pendidik maupun untuk peserta didik. Instrumen penilaian harus dirancang secara bervariasi sesuai tuntutan dalam kurikulum dan dibentuk sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian yang tepat. Untuk sanggup berbagi penilaian sesuai tuntutan tersebut, maka dibutuhkan langkah-langkah perencanaan dan pengembangan instrumen penilaian yang tepat yang mengacu pada indikator- indikator pembelajaran dan kompetensi dasarnya.

Sehubungan dengan hal di atas, Puspendik – Balitbang Kemendikbud yang bergerak di bidang penilaian, menyempurnakan buku pedoman penilaian hasil berguru yang sudah dikembangkan sebelumnya, sesuai dengan kebijakan gres berkaitan dengan penilaian, sehingga secara umum buku ini sanggup dijadikan contoh oleh pendidik dari sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum 2013. Buku ini diharapkan sanggup dipakai untuk semua jenjang. Di samping itu, buku pedoman ini juga dilengkapi dengan buku pedoman teknis untuk beberapa mata pelajaran pada jenjang SD, SMP, dan Sekolah Menengan Atas yang lebih rinci lagi wacana teknis perancangan, pengembangan dan pengolahan hasil penilaian untuk setiap mata pelajaran. Buku pedoman penilaian hasil berguru ini diharapkan sanggup dijadikan sebagai contoh oleh para pendidik di lapangan dalam merancang, mengembangkan, dan melaporkan hasil penilaian yang harus dilakukan oleh pendidik di kelas.

Jakarta, Januari 2015
Kepala Pusat,
Prof. Ir Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penyusunan Pedoman Penilaian
C. Ruang Lingkup Pedoman Penilaian
D. Manfaat Pedoman Penilaian

BAB 2 STRATEGI DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KELAS
A. Perkembangan Kurikulum
B. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
C. Penilaian Kelas
D. Kaitan Penilaian Kelas dan Proses Pembelajaran

BAB 3 MODEL-MODEL PENILAIAN KELAS
A. PENILAIAN SIKAP
B. PENILAIAN PENGETAHUAN
C. PENILAIAN KETERAMPILAN (KINERJA)
D. PENILAIAN PORTOFOLIO

BAB 4 PENGOLAHAN, PELAPORAN DAN PEMANFAATAN HASIL PENILAIAN
A. Pengolahan Hasil Penilaian
B. Pelaporan dan Pemanfaatan Hasil Penilaian

BAB V PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penilaian (assessment) merupakan pecahan yang sangat penting dalam proses pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, UNESCO menyatakan assessment as a lever to reform education. Istilah penilaian (assessment) sering dipertukarkan secara rancu dengan dua istilah lain, yakni pengukuran (measurement) dan penilaian (evaluation). Pada hal ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran, penilaian, dan penilaian merupakan suatu hirarki. Pengukuran ialah kegiatan membandingkan sesuatu dengan sesuatu sejenis yang dipakai sebagai kriteria; penilaian ialah proses menafsirkan dan mendeskripsikan bukti-bukti hasil pengukuran, sedangkan penilaian ialah kegiatan memutuskan atau memutuskan sesuatu berdasarkan hasil-hasil penilaian.

Di kala XXI yang mengalami perkembangan luar biasa dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan transformasi nilai-nilai budaya, mengakibatkan penilaian juga mengalami pergeseran paradigma. Penilaian yang dirancang guru tidak bisa hanya terfokus pada penilaian kognitif. Penilaian aneka macam keterampilan berguru dan berpikir, literasi, serta kemampuan memecahkan kasus kehidupan nyata dalam rangka membentuk kecakapan hidup justru harus mendapatkan porsi yang lebih banyak. Guru tidak cukup hanya menilai “apa yang diketahui siswa” tetapi juga harus menekankan pada “apa yang sanggup dilakukan oleh siswa”. Karena itu penilaian harus bersifat otentik, bukan artifisial; juga harus mencapai level berpikir tingkat tinggi, yang menuntut berpikir logis, analitis, kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan maslah (problem solving) pada konteks kehidupan nyata.

Beberapa pakar pendidikan mensinyalir bahwa proses pembelajaran dan penilaian di sekolah-sekolah kita belum bersifat otentik, lantaran belum memakai konteks kehidupan sehari-hari. Sejumlah pakar pendidikan menyatakan bahwa pembelajaran kita lebih banyak memaparkan fakta, pengetahuan, dan hukum, kemudian biasa dihafalkan, bukan mengaitkannya dengan pengalaman empiris dalam kehidupan nyata. Proses pembelajaran ibarat di atas menjadi semakin tidak bermakna lantaran ternyata instrumen penilaian yang dipakai guru bersifat artifisial, tidak bersifat otentik yang memakai konteks kehidupan sehari-hari (daily life).

Sinyalir para pakar pendidikan di atas sejalan dengan hasil studi internasional TIMSS dan PISA yang memperlihatkan bahwa demam isu kemampuan rata-rata siswa Indonesia selalu di bawah rata-rata internasional, umumnya siswa Indonesia hanya bisa mengingat fakta sederhana, terminologi, dan hukum-hukum tetapi belum bisa mengimplementasikannya untuk menjelaskan fenomena di sekitarnya, apalagi memecahkan permasalahan kehidupan nyata.

Agar otentik, penilaian harus dirancang tidak hanya dilakukan di selesai proses pembelajaran atau hanya menilai hasil berguru (assessment of learning). Penilaian otentik juga harus dirancang menyatu dengan pembelajaran sehingga penilaian juga merupakan proses berguru (assessment for learning), apalagi bila proses penilaian tersebut dengan melibatkan siswa, maka siswa akan berguru menjadi penilai dirinya sendiri (assessment as learning). Pada hakikatnya, penilai terbaik bagi seorang siswa dalam proses berguru ialah dirinya sendiri. Bila penilaian dilakukan dengan tiga pendekatan di atas (assessment of, for, dan as learning) maka penilaian tidak hanya terfokus pada hasil yang cenderung berdimensi kognitif, tetapi niscaya juga menilai proses yang berdimensi keterampilan dan sikap.

Tentu saja untuk menilai banyak dimensi diharapkan aneka macam metode dan instrumen penilaian yang sesuai. Tidak ada satu metode penilaian yang bisa menyajikan semuanya. Setiap dimensi memerlukan metode dan instrumen penilaian sesuai karakteristiknya masing-masing. Karena itulah guru, sekolah, dan pemerintah harus merancang sistem penilaian, meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan sesuai prinsip dan aturan yang benar. Apalagi ketika diberlakukan kurikulum baru, yaitu Kurikulum 2013 ibarat kini ini, hadirnya Standar Penilaian sebagai contoh utama dalam merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan hasil penilaian menjadi sangat diperlukan.

Dalam implementasinya, Kurikulum 2013 sebetulnya sudah dilengkapi dengan Standar Penilaian Pendidikan sebagaimana dituangkan dalam Permendikbud Nomor 66 tahun 2013, Permendikbud Nomor 104 tahun 2013 wacana penilaian hasil berguru oleh pendidik, dan ditunjang lagi dengan Permendikbud Nomor 57 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SD/MI), Nomor 58 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMP/MTs), dan Nomor 59 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMA/MA), dan Nomor 60 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMK/MAK).

Peraturan-peraturan ini masih terus dikembangkan lantaran masih terdapat sejumlah inkonsistensi, kekurangjelasan, atau kekuranglengkapan pada aturan-aturan di atas, contohnya wacana konsep dan pelaksanaan penilaian otentik, perumusan kriteria mastery learning, teknik dan instrumen penilaian terutama untuk penilaian sikap, serta cara penskoran dan pelaporan. Munculnya permasalahan wacana penilaian dalam menerapkan kurikulum 2013 mengakibatkan permendikbud 104 wacana penilaian dikaji kembali, sehingga direvisi menjadi permendikbud 53 wacana standar penilaian hasil berguru oleh pendidik dan satuan pendidikan.

Inkonsistensi, kekurangjelasan, atau kekuranglengkapan peraturan yang memayungi proses penilaian pendidikan berpotensi menjadikan kekurangpahaman guru dan pemangku kepentingan terhadap konsep penilaian dan kekurangterampilan mereka mengimplementasikan proses penilaian. Hal ini sanggup dilihat dari beberapa data empiris yang memperlihatkan kemampuan guru dalam merancang instrumen penilaian sesuai indikator dan kompetensi dasar masih rendah dan instrumen penilaian yang dibentuk guru masih mayoritas mengukur penguasaan pengetahuan, belum menyentuh bagaimana pengetahuan tersebut diterapkan dalam kehidupan nyata. Fakta sejenis dalam skala lebih besar ditunjukkan oleh hasil analisis Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (2014) yang memperlihatkan guru-guru Sekolah Menengah Pertama di 76 kabupaten/kota dari 29 provinsi di Indonesia yang menguasai konsep penilaian sesuai Kurikulum 2013 gres berkisar 30%-42%, sedangkan yang bisa menerapkan penilaian sesuai Kurikulum 2013 lebih kecil lagi, hanya 25%-37%.

Berdasarkan deskripsi di atas, puspendik merasa perlu berbagi pedoman penilaian untuk Pendidikan Dasar dan Menengah yang lebih rinci dan lengkap yang dilengkapi dengan contoh-contoh yang gampang disesuaikan dan diimplementasikan, sehingga sanggup menawarkan fasilitas bagi guru, memandu, dan menjamin terlaksananya proses penilaian yang benar dan berkualitas. Buku pedoman ini berisi panduan untuk pendidik dalam melaksanakan penilaian kelas yang meliputi aspek afektif, kognitif, dan psikomotor, dan tidak secara khusus mengacu pada kurikulum tertentu, tetapi bersifat sangat umum. Tetapi contoh-contohnya mengacu pada kurikulum 2013 yang dipakai oleh pendidik di beberapa sekolah.

B. Tujuan Penyusunan Pedoman Penilaian
Tujuan penyusunan Pedoman Penilaian Hasil Belajar oleh pendidik adalah:
  1. memberikan arah dan kesatuan persepsi terhadap konsep penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah;
  2. memberikan panduan tahap-tahap pengembangan instrumen beserta contohnya untuk penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah, meliputi penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
  3. memberikan panduan dalam berbagi instrumen penilaian beserta contoh formatnya, sehingga diperoleh instrumen yang standar dan berkualitas;
  4. memberikan panduan analisis hasil penilaian beserta contohnya, untuk penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah; dan
  5. memberikan panduan mekanisme pelaporan capaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga bisa menawarkan informasi yang akurat dan akuntabel.

C. Ruang Lingkup Pedoman Penilaian
Sebagaimana diuraikan dalam PP Nomer 19 Tahun 2005 jo PP Nomer 32 Tahun 2013 wacana Standar Nasional Pendidikan, bahwa penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah dilakukan oleh: a) pendidik/guru, b) satuan pendidikan (sekolah/madrasah), dan c) pemerintah. Pedoman penilaian ini hanya menguraikan penilaian yang dilakukan oleh pendidik/guru yang dikenal dengan penilaian kelas (classroom- based assessment). Pedoman penilaian oleh satuan pendidikan dan oleh pemerintah akan diuraikan pada pedoman tersendiri.

Penilaian kelas oleh pendidik meliputi penilaian sikap (attitude), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (performance). Di dalam kurikulum 2013 ketiga ranah tersebut tersirat dalam capaian Kompetensi Inti 1 (KI-1): Sikap Spiritual, Kompetensi Inti 2 (KI-2): Sikap Sosial, Kompetensi Inti 3 (KI-3): Pengetahuan, dan Kompetensi Inti 4 (KI-4): Keterampilan. Untuk setiap jenjang pendidikan dikembangkan contoh-contoh instrumen penilaian yang sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang diterapkan, contohnya untuk SD/MI instrumen penilaian memperhatikan pembelajaran tematik, sedangkan untuk SMP/MTs memperhatikan pembelajaran terpadu, dan pada jenjang SMA/MA memperhatikan karakteristik masing- masing pembelajaran.

D. Manfaat Pedoman Penilaian
Dengan tersusunnya Pedoman Penilaian untuk Pendidikan Dasar dan Menengah ini diharapkan menawarkan manfaat:
  1. tidak terjadi perbedaan persepsi atau ketidaksinkronan antar bentuk-bentuk penilaian yang dituangkan pada aturan penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah yang menjadikan kebingungan di lapangan;
  2. tersedia contoh yang operasional bagi guru dalam berbagi instrumen penilaian, melaksanakan penilaian, mengolah, dan melaporkan hasil penilaian secara akurat dan akuntabel; dan
  3. tersedia contoh-contoh instrumen penilaian yang standar beserta formatnya sehingga menawarkan fasilitas bagi pendidik untuk mengadaptasi atau berbagi sendiri instrumen-instrumen yang sejenis.

BAB 2
STRATEGI DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KELAS

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan, mengamanatkan bahwa pembelajaran pada tingkat dasar dan menengah mengikuti Standar Penilaian. Standar penilaian ialah standar nasional pendidikan berkaitan dengan penilaian pada jenjang tingkat dasar dan menengah yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut penilaian hasil pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan.

Dalam rangka melaksanakan pembaharuan sistem pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara terpola melaksanakan penyempurnaan kurikulum nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Upaya penyempurnaan kurikulum ini merupakan respon atas aneka macam kritik dan tanggapan terhadap konsep dan implementasi kurikulum 2004 yang dianggap mempunyai beberapa kelemahan dan kekurangan, baik dari segi substansi maupun pendekatan dan organisasi kurikulum. Perubahan kurikulum ini juga paralel dengan diterapkannya otonomi pendidikan di tingkat kabupaten dan kota, serta pendekatan manajemen berbasis sekolah (school-based management) dan pendidikan berbasis masyarakat (community-based education).

Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan kurikulum 2004 yang disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum ini disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Tujuannya ialah untuk mendorong peserta didik biar bisa lebih baik dalam melaksanakan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui sesudah mendapatkan materi pembelajaran. Penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 memakai pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan tersebut diharapkan peserta didik mempunyai kompetensi yang meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan secara terintegrasi yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga sanggup menghadapi aneka macam duduk kasus dan tantangan menghadapi perkembangan kala 21.

Implementasi Kurikulum 2013, berimplikasi pada model penilaian pencapaian kompetensi peserta didik. Penilaian pencapaian kompetensi lebih menekankan pada proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi untuk menentukan sejauhmana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 Tahun 2013 wacana Standar Penilaian Pendidikan, penilaian pencapaian kompetensi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan, Pemerintah dan/atau forum mandiri. Penilaian pencapaian kompetensi oleh pendidik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan pencapaian kompetensi peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan. Penilaian juga sanggup menawarkan umpan balik kepada pendidik biar sanggup menyempurnakan perencanaan dan proses pembelajaran berikutnya.

A. Perkembangan Kurikulum
Suatu sistem pendidikan membutuhkan suatu standar, serendah apapun suatu standar tetap diharapkan lantaran berperan sebagai patokan dan sekaligus pemicu untuk memperbaiki kualitas mutu. Dalam konteks pendidikan, standar diharapkan sebagai contoh minimal (dalam hal kompetensi) yang harus dipenuhi oleh seorang lulusan dari suatu forum pendidikan sehingga setiap calon lulusan dinilai apakah yang bersangkutan telah memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan.

Penyempurnaan kurikulum 2013 merupakan pecahan dari pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu dan berimbang. Dalam Kurikulum 2013 Kompetensi Inti merupakan operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dikuasai peserta didik yang telah menuntaskan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu. Gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dicapai peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills.

Kompetensi Inti tersebut berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Kompetensi Dasar ialah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip berguru yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari peserta didik.

Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait, yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi inti 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi inti 4). Keempat kelompok itu menjadi contoh dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak eksklusif (indirect teaching), yaitu pada waktu peserta didik berguru wacana pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4).

Perubahan kurikulum tersebut tidak hanya sekedar penyesuaian substansi materi dan format kurikulum sesuai dengan tuntutan perkembangan, tetapi juga adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) dari pendekatan pendidikan yang berorientasi masukan (input-oriented education) ke pendekatan pendidikan berorientasi hasil atau standar (outcome-based education). Secara lebih sederhana, apa yang harus ditetapkan sebagai kebijakan kurikuler secara nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bergeser dari pertanyaan wacana apa yang harus diajarkan (kurikulum) ke pertanyaan wacana apa yang harus dikuasai anak (standar kompetensi) pada tingkatan dan jenjang pendidikan tertentu. Perubahan paradigm ini berimplikasi pada perubahan penilaiannya yang lebih menekankan pada penilaian selama proses pembelajaran untuk ketercapaian kompetensi peserta didik.

Diterapkannya standar kompetensi sebagai contoh dalam proses pendidikan diharapkan semua komponen yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan di semua tingkatan, termasuk peserta didik itu sendiri akan mengarahkan upayanya pada pencapaian standar dimaksud. Diharapkan dengan pendekatan ini pendidik mempunyai orientasi yang terperinci wacana apa yang harus dikuasai anak di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada dikala yang sama mempunyai kebebasan yang luas untuk mendesain dan melaksanakan proses pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk mencapai standar tersebut. Dengan demikian, pendidik didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) serta tidak berorientasi pada pencapaian ‘target kurikulum’ semata.

Pendekatan standar kompetensi mempunyai ciri, antara lain:
  • Adanya visi, misi dan tujuan pendidikan yang disepakati secara bersama di tingkat nasional
  • Adanya standar kompetensi lulusan (exit outcome) yang secara konsisten dan terperinci dijabarkan dari tujuan pendidikan
  • Adanya kerangka kurikulum dan silabus yang merupakan artikulasi yang ketat dari kompetensi lulusan
  • Adanya sistem penilaian contoh kriteria (criterion-referenced assessment) dan standar pencapaian (performance standard) yang diterapkan secara konsisten.

Implikasi dari diterapkannya standar kompetensi ialah proses penilaian yang dilakukan oleh pendidik, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus memakai contoh kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standar kompetensi pendidik harus berbagi matriks kompetensi berguru (learning competency matrix) yang menjamin pengalaman berguru yang terarah,

Mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan (continuous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi.

B. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Menurut Jon Mueller (2006) penilaian otentik merupakan suatu bentuk penilaian dimana peserta didik diminta untuk menampilkan kiprah pada situasi yang sesungguhnya yang mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna.

Prinsip-prinsip penilaian otentik.
  • Proses penilaian harus merupakan pecahan yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan pecahan terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction),
  • Penilaian harus mencerminkan kasus dunia nyata (real world problems), bukan kasus dunia sekolah (school work- kind of problems),
  • Penilaian harus memakai aneka macam ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar,
  • Penilaian harus bersifat holistik yang meliputi semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori-motorik)

C. Penilaian Kelas
Penilaian kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi hasil berguru peserta didik yang dilakukan oleh pendidik untuk memutuskan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan (standar komptensi, komptensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar). Hasil penilaian berbasis kelas sanggup menggambarkan kompetensi dan kemajuan siswa selama di kelas.

Dalam penilaian proses dan hasil belajar, terdapat tiga jenis utama penilaian yaitu:
  • Penilaian untuk pembelajaran (assessment for learning), terjadi ketika pendidik memakai dugaan-dugaan mengenai perkembangan peserta didik sebagai materi untuk berbagi pengajaran mereka (formatif)
  • Penilaian sebagai pembelajaran (assessment as larning) terjadi ketika para peserta didik melaksanakan refleksi dan mengamati perkembangan pembelajaran mereka sebagai materi untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran mereka dimasa depan (formatif)
  • Penilaian hasil pembelajaran (assessment of learning) terjadi ketika para pendidik memakai bukti-bukti dari pembelajaran para peserta didik untuk menilai pencapaian peserta didik atas tujuan-tujuan dan standar-standar pembelajaran (sumatif).

Dengan diterapkannya standar kompetensi sebagai contoh dalam proses pembelajaran, pendidik mempunyai orientasi yang terperinci wacana apa yang harus dikuasai peserta didik di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada dikala yang sama juga mempunyai kebebasan yang luas untuk mendesain dan melaksanakan proses pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk mencapai standar tersebut.

1. Karakteristik Penilaian Kelas
Penilaian kelas ialah suatu perjuangan untuk membangun praktek mengajar yang lebih baik dengan melaksanakan umpan balik pada pembelajaran peserta didik lebih sistimatik, lebih fleksibel, dan lebih efektif. Pendidik siap menanyakan dan mereaksi pertanyaan peserta didik, memonitor bahasa tubuh dan ekspresi wajah peserta didik, mengerjakan pekerjaan rumah dan tes peserta didik, dan seterusnya. Penilaian kelas memberi suatu cara untuk melaksanakan penilaian secara menyeluruh dan sistimatik dalam proses pembelajaran di kelas. Berikut ialah karakteristik penilaian kelas.

Pusat belajar. Penilaian kelas berfokus perhatian pendidik dan peserta didik pada pengamatan dan perbaikan belajar, dari pada pengamatan dan perbaikan mengajar. Penilaian kelas memberi informasi dan petunjuk bagi pendidik dan peserta didik dalam menciptakan pertimbangan untuk memperbaiki hasil belajar.

Partisipasi aktif peserta didik. Karena difokuskan pada belajar, maka penilaian kelas memerlukan partisipasi aktif peserta didik. Kerjasama dalam penilaian, peserta didik memperkuat penilaian materi mata pelajaran dan skill dirinya. Pendidik memotivasi peserta didik biar meningkat dengan tiga pertanyaan bagi pendidik: (1) apakah kemampuan dasar dan pengetahuan saya sudah tepat untuk mengajar?; (2) bagaimana saya sanggup menemukan bahwa peserta didik sedang belajar?; (3) bagaimana saya sanggup membantu peserta didik berguru lebih baik? Karena pendidik bekerja lebih erat dengan peserta didik untuk menjawab pertanyaan ini, maka pendidik sanggup memperbaiki skill mengajarnya.

Formatif. Tujuan penilaian kelas ialah untuk memperbaiki mutu berguru peserta didik. Penilaian bukan hanya untuk memberi nilai atau skor (grading) peserta didik, tetapi juga untuk mendapatkan informasi bagi perbaikan mutu berguru peserta didik.

Kontekstual spesifik. Pelaksanaan penilaian kelas ialah balasan terhadap kebutuhan khusus bagi pendidik dan peserta didik. Kebutuhan khusus berada dalam kontekstual pendidik dan peserta didik yang harus bekerja dengan baik dalam kelas.

Umpan balik. Penilaian kelas ialah suatu alur proses umpan balik (feedback loop) di kelas. Dengan sejumlah TPK, pendidik dan peserta didik dengan cepat dan gampang memakai umpan balik dan melaksanakan saran perbaikan berguru berdasarkan hasil-hasil penilaian. Untuk mengecek pemanfaatan saran tersebut, pimpinan sekolah memakai hasil penilaian kelas, dan melanjutkan pengecekan alur umpan balik. Karena pendekatan umpan balik ini dalam kegiatan di kelas setiap hari, maka komunikasi alur kekerabatan antara pimpinan sekolah, pendidik dan peserta didik dalam KBM akan menjadi lebih efisien dan lebih efektif.

2. Tujuan Penilaian Kelas
Tujuan penilaian di kelas oleh pendidik hendaknya diarahkan pada empat (4) tujuan berikut (Chittenden, 1991).
  • Penelusuran (Keeping track), yaitu untuk menelusuri biar proses pembelajaran peserta didik tetap sesuai dengan rencana. Pendidik mengumpulkan informasi sepanjang semester dan tahun pelajaran melalui aneka macam bentuk penilian kelas biar memperoleh citra wacana pencapaian kompetensi oleh peserta didik.
  • Pengecekan (Checking-up), yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami peserta didik dalam proses pembelajaran. Melalui penilaian kelas, baik yang bersifat formal maupun informal pendidik melaksanakan pengecekan kemampuan (kompetensi) apa yang peserta didik telah kuasai dan apa yang belum dikuasai.
  • Pencarian (Finding-out), yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang mengakibatkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
  • Pendidik harus selalu menganalisis dan merefleksikan hasil penilaian kelas dan mencari hal-hal yang mengakibatkan proses pembelajaran tidak berjalan secara efektif.

Penyimpulan (Summing-up), yaitu untuk menyimpulkan apakah peserta didik telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum atau belum. Penyimpulan sangat penting dilakukan pendidik, khususnya pada dikala pendidik diminta melaporkan hasil kemajuan berguru anak kepada orang tua, sekolah, atau pihak lain ibarat di selesai semester atau selesai tahun anutan baik dalam bentuk rapor peserta didik atau bentuk lainnya.

3. Fungsi Penilaian Kelas
Penilaian kelas yang disusun secara terencana dan sistimatis oleh pendidik mempunyai fungsi motivasi, berguru tuntas, efektivitas pengajaran, dan umpan balik.

Fungsi Motivasi, penilaian yang dilakukan oleh pendidik di kelas harus mendorong motivasi peserta didik untuk belajar.

Fungsi Belajar Tuntas, penilaian di kelas harus diarahkan untuk memantau ketuntasan berguru peserta didik

Fungsi sebagai Indikator Efektivitas Pengajaran, di samping untuk memantau kemajuan berguru peserta didik, penilaian kelas juga sanggup dipakai untuk melihat seberapa jauh proses berguru mengajar telah berhasil.

Fungsi Umpan balik, hasil penilaian harus dianalisis oleh pendidik sebagai materi umpan balik bagi peserta didik dan pendidik itu sendiri.
4. Prinsip Penilaian Kelas
Agar penilaian kelas memenuhi tujuan dan fungsi sebagaimana dijelaskan di atas, perlu diperhatikan hal-hal berikut.
  • Mengacu pada kemampuan (competency referenced), Penilaian kelas perlu disusun dan dirancang untuk mengukur apakah peserta didik telah menguasai kemampuan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan dalam kurikulum. Materi yang dicakup dalam penilaian kelas harus terkait secara eksklusif dengan indikator pencapaian kemampuan tersebut.
  • Berkelanjutan (Continuous), Penilaian yang dilakukan di kelas oleh pendidik harus merupakan proses yang berkelanjutan dalam rangkaian planning mengajar pendidik selama satu semester dan tahun ajaran.
  • Didaktis, Alat yang akan dipakai untuk penilaian kelas berupa tes maupun non-tes harus dirancang baik isi, format maupun tata letak (layout) dan tampilannya biar peserta didik menyenangi dan menikmati kegiatan penilaian.
  • Menggali Informasi, Penilaian kelas yang baik harus sanggup menawarkan informasi yang cukup bagi pendidik untuk mengambil keputusan dan umpan balik. Pemilihan metoda, teknik, dan alat penilaian yang tepat sangat menentukan jenis informasi yang ingin digali dari proses penilaian kelas.
  • Melihat yang benar dan yang salah, Dalam melaksanakan penilaian, pendidik hendaknya melaksanakan analisis terhadap hasil penilaian dan hasil kerja peserta didik secara seksama untuk melihat adanya kesalahan yang secara umum terjadi pada peserta didik dan sekaligus melihat hal-hal positif yang diberikan peserta yaitu peserta didik yang mempunyai kelebihan kecerdasan, pengetahuan, dan pengalaman sangat mungkin menawarkan balasan dan penyelesain kasus yang tidak tersedia pada materi yang diajarkan di kelas. Analisis terhadap kesalahan balasan dan penyelesaian kasus yang diberikan peserta didik sangat berkhasiat untuk menghindari terjadinya mis-konsepsi dan ketidakjelasan dalam proses pembelajaran. Pendidik harus hendaknya menawarkan penitikberatan terhadap kesalahan-kesalahan yang bersifat umum tersebut.

D. Kaitan Penilaian Kelas dan Proses Pembelajaran
Penilaian kelas yang baik mempersyaratkan adanya keterkaitan eksklusif dengan acara proses pembelajaran Demikian pula, pembelajaran akan berjalan efektif apabila didukung oleh penilaian kelas yang efektif oleh pendidik. Penilaian merupakan pecahan integral dari proses berguru mengajar. Kegiatan penilaian harus dipahami sebagai kegiatan untuk mengefektifkan proses berguru mengajar biar sesuai dengan yang diharapkan.

Langkah yang pendidik lakukan dalam rangkaian acara pengajaran meliputi penyusunan planning mengajar, proses berguru mengajar, penilaian, analisis dan umpan balik. Dalam siklus pembelajaran, hal pertama yang harus dilakukan pendidik ialah menyusun planning mengajar. Dalam menyusun planning mengajar ini hal- hal yang harus dipertimbangkan meliputi rincian kompetensi yang harus dicapai peserta didik, cakupan dan kedalaman materi, indikator pencapaian kompetensi, pengalaman berguru yang harus dialami peserta didik, persyaratan sarana berguru yang diperlukan, dan metoda serta mekanisme untuk menilai ketercapaian kompetensi.

Setelah planning mengajar tersusun dengan baik, pendidik melaksanakan kegiatan berguru mengajar sesuai planning tersebut. Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam proses berguru mengajar ini ialah adanya interaksi yang efektif antara pendidik, peserta didik, dan sumber berguru lainnya sehingga menjamin terjadinya pengalaman berguru yang mengarah ke penguasaan kompetensi oleh peserta didik. Untuk mengetahui dengan niscaya ketercapaian kompetensi dimaksud, pendidik harus melaksanakan penilaian secara terarah dan terprogram. Penilaian harus dipakai sebagai proses untuk mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian kompetensi, dan sekaligus untuk mengukur efektivitas proses berguru mengajar. Untuk itu, penilaian yang efektif harus diikuti oleh kegiatan analisis terhadap hasil penilaian dan merumuskan umpan balik yang perlu dilakukan dalam perencanaan proses berguru mengajar berikutnya. Dengan demikian, planning mengajar yang disiapkan pendidik untuk siklus pembelajaran berikutnya harus didasarkan pada hasil dan umpan balik penilaian sebelumnya. Jika ini dilakukan, maka kegiatan berguru mengajar yang dilakukan sepanjang semester dan tahun pelajaran merupakan rangkaian dari siklus pembelajaran yang saling bersambung. Pembelajaran secara tuntas dan pencapaian kompetensi akan sanggup dijamin apabila siklus pembelajaran yang satu terkait dengan siklus pembelajaran berikutnya.

Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, pendidik harus memakai aneka macam metoda dan teknik penilaian yang bermacam-macam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman berguru yang dilaluinya. Oleh alasannya ialah itu, pendidik hendaknya mempunyai pengetahuan dan kemahiran wacana aneka macam metode dan teknik penilaian sehingga sanggup menentukan dan melaksanakan dengan tepat metode dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajaran, serta pengalaman berguru yang telah ditetapkan. Di antara metode dimaksud ialah Penilaian Tertulis (paper-pencil) baik soal pilihan maupun uraian; Penilaian Kinerja (performance test) baik Penilaian Produk maupun Penilaian Projek; Penilaian Sikap; dan Portofolio.


BAB 3
MODEL-MODEL PENILAIAN KELAS

Penilaian merupakan pecahan dari proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran yang dilakukan berhasil atau tidak. Beragam konsep dan metode penilaian sejauh ini telah dilakukanpendidik di sekolah.Konsep dasar penilaian dalam Kurikulum 2013 diarahkan untuk menunjang dan memperkuat pencapaian kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta didik di kala ke-21, yang menekankan pada penilaian kemampuan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Tema pengembangan kurikulum ialah menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), pengetahuan (tahu apa), dan keterampilan (tahu bagaimana). Proses pencapaian ketiga aspek ini perlu dilakukan secara terintegrasi.

Penyempurnaan kurikulum bertujuan untuk memberi jawaban terhadap beberapa permasalahan yang menempel pada kurikulum sebelumnya,dan mendorong peserta didik bisa lebih baik dalam mencapai kompetensinya. Pada kutikulum 2013 ketercapaian kompetensi ini dilakukan dengan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam melaksanakan observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan (mempresentasikan)apa yang diperoleh atau diketahui peserta didik.

Berdasarkan analisis kemampuan yang dibutuhkan oleh peserta didik di kala ke-21, maka penilaian didesain terutama untuk mendukung proses pembelajaran kreatif. Oleh lantaran itu, ketika memakai penilaian berbentuk tes atau kiprah tertentu, maka pendidik hendaknya memberi ruang kreativitas balasan yang bermacam-macam untuk melatih daya kritis dan kreativitas peserta didik. Dengan demikian, kiprah yang diberikan tidak didesain tertutup dalam arti hanya punya satu balasan yang benar, bahkan pendidik diharapkan sanggup mentolerir balasan yang dianggap “tidak biasa”.Selain itu ekspresi pengetahuan, seni, olahraga, dan lainnya juga harus menerima ruang dan apresiasi dari pendidik. Selain itu peserta didik juga dilibatkan untuk melaksanakan penilaian sebagai pecahan dari tanggung jawab peserta didik untuk materi refleksi diri dari kemampuan yang sudah dicapainya.

Konsep penilaian yang diajukan dalam Kurikulum 2013 ialah penilaian yang konstruktifatau menunjang pengembangan aspek sikap,pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.Untuk mencapai hal tersebut,pendidik harus memakai aneka macam model dan teknik penilaian yang bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman berguru peserta didik. Oleh alasannya ialah itu, pendidik hendaknya mempunyai pengetahuan dan keterampilan wacana aneka macam metode dan teknik penilaian sehingga sanggup menentukan dan melaksanakan penilaian dengan tepat melalui metode dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajarannya, serta pengalaman berguru yang telah ditetapkan.

Berikut ini akan dipaparkan aneka macam model dan teknik penilaian kelas yang sanggup dipakai pendidik dalam menilai aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan.

A. PENILAIAN SIKAP

1. Pendidikan Sikap Dalam Perspektif PendidikanSikap berdasarkan konsep psikologi didifinisikan sebagai kecenderungan seseorang untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap sesuatu objek (Anastasi, 1982). Sementara Birren et. Al. (1981) mendefinisikan sikap sebagai kumpulan hasil penilaian seseorang terhadap objek, orang, atau kasus tertentu. Sikap menentukan bagaimana kepribadian seseorang diekspresikan. Lebih lanjut Birren menjelaskan bahwa sikap berbeda dengan ciri-ciri atau sifat kepribadian yang sanggup didefinisikan sebagai pola kebiasaan atau cara bereaksi terhadap sesuatu. Sikap lebih merupakan "stereotype" seseorang. Oleh lantaran itu, melalui sikap seseorang, kita sanggup mengenal siapa orang itu yang sebenarnya.Penilaian sikap sebagai salah satu bentuk penilaian kelas ditujukan untuk pendidik dalam melaksanakan pembentukkan dan training terhadap sikap peserta didik.

Dalam perspektif pendidikan, pendidikan sikap merupakan proses holistik yang diarahkan pada berkembangnya sikap dan aksara peserta didik yang dilandasi nilai-nilai dasar yang diharapkan dalam hidupnya sebagai seorang individu, warga negara, dan warga masyarakat global. Sementara sikap dalam konteks pendidikan aksara tidak hanya dibatasi pada pengertian kecenderungan individu baik yang berupa aspekafektif, kognitif, maupun konatif (behavioral tendency), melainkan lebih dimaknai dalam konteks internalisasi nilai, serta pembiasaan dan pembudayaan nilai sebagai landasan untuk bertindak dan berperilaku secara baik dan benar (Bahrul Hayat, 2015).

Sebagai proses internalisasi dan pembiasaan serta pembudayaan nilai, pendidikan sikap sosial dan spiritual seringkali memakai empat (4) pendekatan secara integratif:1) menciptakan kurikulum khusus, 2) memberi kesempatan peserta didik untuk beraktivitas sesuai kehidupan nyata, 3) menyisipkan unsur-unsur non-kognitif pada seluruh kurikulum mata pelajaran, dan 4) berbagi iklim sekolah dan organisasi sekolah yang mendukung.

Integrasi pendidikan sikap pada aneka macam mata pelajaran di sekolah harus disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran.

Nilai-nilai dasar yang hendak diinternalisasi secara implisit menyatu dengan spirit dari isi mata pelajaran. Pendidikan sikap harus membedakan antara attitude knowledge and reasoning dengan attitude and moral behavior yang merupakan proses pembiasaan.

Sebagai contoh, sikap menghormati pendapat teman, menghindari sikap menyontek, membantu meminjamkan pulpen kepada sahabat yang kehilangan pulpen, dsb merupakan sikap yang bersifat generik untuk semua mata pelajaran. Tetapi, menjaga kebersihan lingkungan, memelihara dan merawat tanaman di sekolah merupakan sikap spesifik kepedulian lingkungan yang sangat terkait dengan mata pelajaran ilmu pengetahuan alam.

Hasil pendidikan sikap harus dipahami sebagai:
  • outcome bukan sebagai output proses pendidikan yang secara instant sanggup diniliai oleh pendidik pada setiapkali menuntaskan suatu proses pembelajaran.
  • proses akumulatif yang bersifat judgmental pendidik terhadap sikap peserta didik selama periode waktu tertentu (per semester) yang didasarkan pada observasi dan rekaman catatan harian dengan indikator sikap yang disepakati dan ditetapkan.

Metode dan teknik yang dipakai untuk penilaian sikap (attitude assessment) sebaiknya tidak harus memakai metode dan teknis pengukuran sikap (attitude measurement) sebagaimana dikembangkan dalam pendekatan psikometrik. Untuk menilai sikap yang terintegrasi dengan proses pembelajaran, pendidik sanggup memakai catatan harian pendidik berdasarkan observasi, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi yang berisi pandangan pribadi wacana suatu permasalahan. Pembentukkan sikap peserta didik sanggup juga dilakukan dengan penilaian diri, dan penilaian antarteman sebagai materi refleksi diri peserta didik. Penggunaan skala sikap (Likert atau diferensial semantik) walaupun tidak disarankan namun tidak menutup kemungkinan pendidik untuk memakai teknik pengukuran sikap dengan metode ini apabila sudah mempunyai instrumen yang handal dana reliabel.

Kurikulum 2013 membagi aspek sikap menjadi dua yaitu (1) sikap spiritual yaitu sikap yang terkait dengan pembentukan sikap peserta didik sebagai orang yang beriman dan bertakwa, dan (2) sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Penilaian terhadap sikap spiritual sanggup dilakukan pendidik terhadap hal-hal yang berkaitanmenghargai, menghayati anutan agama, dannilai-nilai yang terdapat dalam anutan agama sepertikejujuran, menghormati orang yang lebih tua, menghargai orang lain dan lain-lain. Sedangkan hal-hal yang bekerjasama dengan penghayatan tidak sanggup dilakukan lantaran bersifat abstrak.

Penilaian terhadap sikap sosial sanggup dilakukan pendidik terhadap hal-hal yang berkaitan dengan objek sikap sebagai berikut: (1) sikap yang bekerjasama dengan sikap interpersonal; (2) sikap yang bekerjasama dengan kesuksesan akademik; (3) sikap terhadap penerimaan sahabat sebaya; dan (4) sikap-sikap yang bekerjasama dengan nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam diri peserta didik ibarat kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, toleransi, gotong royong, santun, dan percaya diri.

2. Pembentukan Sikap
Menurut Klausmeier (1985), ada tiga model berguru dalam rangka pembentukan sikap yang sesuai dengan kepentingan penerapan dalam dunia pendidikan yaitu:

Mengamati dan meniru
Pembelajaran model ini berlangsung melalui pengamatan dan peniruan. Bandura (1977) menyebut proses pembelajaran ini dengan pembelajaran melalui model (learningthroughmodeling). (Menurut Bandura, banyak tingkah laris insan dipelajari melalui model, yakni dengan mengamati dan menggandakan tingkah laris atau perbuatan orang lain, terutama orang-orang yang berpengaruh

Menerima penguatan
Pembelajaran model ini berlangsung melalui pembiasaan operan, yakni dengan mendapatkan atau tidak mendapatkan atas suatu respon yang ditunjukkan.Penguatan sanggup berupa ganjaran (penguatan positif) dan sanggup berupa hukuman (penguatan negatif). Dalam proses pembelajaran, pendidik atau orang bau tanah sanggup menawarkan ganjaran berupa kebanggaan atau hadiah kepada peserta didik yang berbuat sesuai dengan nilai-nilai ideal tertentu, atau sebaliknya memberi eksekusi bila tidak berbuat sesuai dengan nilai dan norma yang ada.

Menerima informasi verbal
Informasi wacana norma wacana objek tertentu sanggup diperoleh melalui verbal atau tulisan. Informasi wacana objek tertentu yang diperoleh oleh seseorang akan mempengaruhi pembentukan sikapnya terhadap objek yang bersangkutan.

Melakukan pembiasaan dan pengkondisian
Pembentukan sikap melalui proses pembiasaan bertujuan biar peserta didik terbiasa mempunyai sikap yang diharapkan, sedangkan dengan pengkondisian pesera didik akan lebih gampang untuk memperlihatkan sikap yang diharapkan.

3. Objek sikap yang perlu dinilai
Penilaian sikap selama proses pembelajaran secara umum sanggup dilakukan dalam kaitannya dengan aneka macam objek sikap antara lain sebagai berikut.
  • Sikap terhadap mata pelajaran. Peserta didik perlu mempunyai sikap positif terhadap mata pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri peserta didik akan tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih gampang diberi motivasi, dan akan lebih gampang menyerap materi pelajaran yang diajarkan. Oleh lantaran itu, pendidik perlu menilai wacana sikap peserta didik terhadap mata pelajaran yang diajarkannya.
  • Sikap terhadap pelajaran.pendidik mata. Peserta didik perlu mempunyai sikap positif terhadap pendidik, yang mengajar suatu mata pelajaran. Peserta didik yang tidak mempunyai sikap positif terhadap pendidik, akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan demikian, peserta didik yang mempunyai sikap negatif terhadap pendidik pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh pendidik tersebut.
  • Sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik juga perlu mempunyai sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran disini mencakup: suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Tidak sedikit peserta didik yang merasa kecewa atau tidak puas dengan proses pembelajaran yang berlangsung, namun mereka tidak mempunyai keberanian untuk menyatakan. Akibatnya mereka terpaksa mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung dengan perasaan yang kurang nyaman. Hal ini sanggup menghipnotis terhadap absorpsi materi pelajarannya.
  • Sikap terhadap pendidik mata pelajaran. Peserta didik perlu mempunyai sifat positif terhadap pendidik yang mengajar mata pelajaran. Peserta didik yang tidak mempunyai sikap positif terhadap pendidik akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan dan berdampak sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan pendidik tersebut.
  • Sikap terhadap materi pembelajaran yang ada. Peserta didik juga perlu mempunyai sikap positif terhadap materi pelajaran yang diajarkan, sebagai kunci keberhasilan proses pembelajaran.
  • Sikap yang bekerjasama dengan nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam diri peserta didik melalui materi suatu kompetensi dasar tertentu untuk kepentingan training sikap spiritual dan sosial.

4. Sikap yang dinilai
Perkembangan sikap sanggup dilihat dari sikap peserta didik yang diungkapkan dalam bentuk ucapan, cara berpikir, dan perbuatan.
  • Dalam bentuk ucapan. Setiap dikala ketika peserta didik memakai kata-kata dan kalimat (lisan atau tulisan) yang mencerminkan aspek atau sikap tertentu.
  • Dalam cara berpikir. Cara berpikir peserta didik sanggup dilihat ketika berbicara dalam komunikasi biasa, dalam menjawab atau menulis balasan atas suatu pertanyaan.
  • Dalam bentuk perbuatan. Bentuk perbuatan terlihat pada mimik ketika berbicara, dalam gerakan ketika melaksanakan sesuatu, dan dalam tindakan ketika berkomunikasi atau bekerja sama dengan teman, pendidik, pegawai manajemen dan orang lain yang ada di sekolah.

5. Penilaian Sikap dalam pembelajaran di kelas

Penilaian sikap sosial dan spiritual lebih tepat dinilai dengan pendekatan evaluative judgment pendidik terhadap sikap peserta didik melalui salah
  • holistic format: judgment terhadap sikap peserta didik secara menyeluruh dengan deskripsi yang eksplisit dari sikap ideal (sangat baik) hingga sikap kurang ideal (kurang baik) yang meliputi semua aspek sikap yang dinilai.
  • analytic format: judgment terhadap sikap peserta didik secara rinci untuk aspek sikap yang dinilai dengan indikator sikap yang eksplisit yang menggambarkan sikap ideal (sangat baik) hingga sikap kurang ideal (kurang baik).
Deskripsi sikap untuk Holistic format (penilaian secara menyeluruh) dan indikator sikap untuk analytic format (penilaian yang dibentuk berdasarkan aspek-aspek tertentu)dirumuskan secara bersama antara pendidik dan sekolah dengan mengacu kepada nilai (values) yang ingin dikembangkan yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan moral peserta didik.
Gunakan catatan harian, mingguan, bulanan, ataupun semester pendidik sebagai dasar dalam melaksanakan pertimbangan penilaiandan catatan pendidik tersebut juga menjadi instrumen dalam training sikap peserta didik.

Komunikasikan ringkasan catatan harian pendidik dalam bahasa yang positif kepada peserta didik dan orang bau tanah peserta didik melalui laporan semester dalam rangka berbagi sikap peserta didik ke arah positif. Penilaian sikap peserta didikdiarahkan pada fungsi training peserta didik secara individual.

Contoh Instrumen
Penilain sikap peserta didik sanggup dilakukan pendidik dengan memakai lembar observasi (pengamatan), baik observasi tertutup maupun terbuka. Namun untuk melengkapi hasil penilaian sikap tersebut, pendidik juga sanggup memakai penilaian diri danpenilaian antarteman sebagai penunjang.Untuk memperkaya pengetahuan pendidik wacana instrumen penilaian sikap lainnya, berilut juga akan diuraikan wacana skala Likert dan Skala Diferensiasi Semantik.

Berikut akan diuraikan contoh-contoh instrumen yang sanggup dipakai pendidik dalam menilai sikap peserta didik.

1. Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan instrumen yang sanggup dipakai oleh pendidik untuk memudahkan dalam menciptakan laporan hasil pengamatan terhadap sikap peserta didik yang berkaitan dengan sikap spiritual dan sikap sosial. Catatan pengamatan yang dilakukan pendidik hanya dilakukan pada sikap peserta didik yang “tidak biasa”. Berdasarkan catatan tersbut pendidik sanggup menciptakan deskripsi penilaian sikap peserta didik yang bersangkutan. Sedangkan bagi peserta didik yang secara umum memperlihatkan sikap yang termasuk kategori berperilaku “baik sekali, baik, cukup,ataupun kurang” pendidik sanggup menciptakan deskripsi untuk masing-masing kategori tersebut dan berikut saran training (bimbingan) yang akan dilakukan.

Lembar observasi yang dipakai untuk mengamati sikap peserta didik di kelas maupun di luar kelasdapat berupa lembar observasi terbuka maupun tertutup.

Observasi terbuka, yaitu pendidik mengamati sikap secara eksklusif peserta didik yang diobservasinya. Pendidik sanggup mencatat butir-butir inti dari sikap peserta didik yang diamati secara terbuka. Hasil catatan tersebut kemudian  dikonstruksi kembali di selesai pengamatan. Cara terbaik untuk melalukan observasi ini ialah menyusun catatan sefaktual mungkin dan tidak melaksanakan interpretasi apa pun sehingga hasil observasi ini valid;

Observasi tertutup yaitu pendidik mengamati peserta didik melalui panduan yang sudah disiapkan sebelum pengamatan. Panduan tersebut sanggup berupa rating scale (skala rentang) atau daftar cek dsb.

Dalam melaksanakan observasi terhadap sikap, hal yang perlu direkam ialah suasana atau keadaan ketika suatu sikap terekam. Informasi tersebut penting lantaran sikap itu terekam dalam suasana bebas tetapi terencana. Suasana terencana yang dimaksud ialah suasana yang tercipta sebagai kegiatan dalam proses pembelajaran yang direncpeserta didikan pendidik, ibarat pada proses pembelajaran di kelas atau ulangan.

Download Pedoman Penilaian Oleh Pendidik

Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Pedoman Penilaian Oleh Pendidik ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:



Download File:

Pedoman Penilaian oleh Pendidik.pdf


Panduan Penyusunan Soal USBN

 Berikut ini ialah berkas Pedoman Penilaian Oleh Pendidik dan Modul USBN  Pedoman Penilaian Oleh Pendidik dan Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN)
Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN)

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Panduan Penyusunan Soal USBN:

KATA PENGANTAR

Penilaian hasil berguru dilakukan untuk mendiagnosa kekuatan dan kelemahan siswa, memonitor perkembangan berguru siswa, menilai ketercapaian kurikulum, memberi nilai siswa dan menentukan efektivitas pembelajaran baik aspek pengetahuan maupun aspek keterampilan. Untuk tujuan-tujuan tersebut sanggup dipakai aneka macam bentuk dan instrumen penilaian. Penilaian sanggup dilakukan secara lisan, tertulis, praktik maupun penugasan ibarat projek.

Instrumen penilaian yang berkualitas merupakan faktor penting dalam pelaksanaan penilaian. Oleh lantaran itu, kemampuaan guru dalam berbagi instrumen penilaian perlu terus menerus ditingkatkan biar informasi yang diperoleh dari hasil penilaian sanggup dipertanggungjawabkan. Untuk meningkatkan kompetensi guru dalam pengembangan instrumen penilaian, Pusat Penilaian Pendidikan menyusun panduan pengembangan instrumen penilaian khususnya untuk Ujian Sekolah Berstandar Nasional. Seperti telah diketahui semenjak tahun pelajaran 2016/2017, ujian satuan pendidikan pada beberapa mata pelajaran ditingkatkan menjadi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) pada jenjang SMP/SMA/SMK sederajat, sedangkan pada jenjang SD/MI USBN gres diterapkan pada tahun pelajaran 2017/2018. Penyusunan soal USBN berdasarkan kisi-kisi yang ditetapkan BSNP. Pada beberapa mata pelajaran, 20% - 25% soal USBN berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan 75% - 80% soal disusun oleh pendidik yang selanjutnya dikonsolidasikan di KKG/MGMP. Panduan ini berisi teknik penyusunan indikator soal, penyusunan soal tes tertulis dan penyusunan soal tes praktik. Karena dikala ini bentuk soal USBN pada tes tertulis terdiri atas pilihan ganda dan uraian, fokus panduan ini ialah pada penyusunan kedua bentuk soal tersebut, meskipun terdapat aneka macam bentuk soal tertulis lainnya.

Pusat Penilaian Pendidikan mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun, tim penelaah, dan kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam menuntaskan panduan ini. Semoga panduan ini sanggup menawarkan manfaat bagi guru dan pihak-pihak relevan dalam rangka meningkatkan mutu penilaian pendidikan.

Jakarta, Januari 2018
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan
Moch. Abduh, Ph.D
NIP 196712221995121001

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II KISI-KISI SOAL USBN

BAB III PENYUSUNAN SOAL TES TERTULIS
Teknik Penulisan Soal Pilihan Ganda (PG)
Teknik Penulisan Soal Uraian
Hal-Hal Yang Perlu Dihindari Dalam Penulisan Soal
Contoh Soal Pilihan Ganda dan Uraian

BAB III. PERAKITAN DAN PENILAIAN TES TERTULIS
Perakitan Soal
Pemberian Nilai

BAB IV PENYUSUNAN TES PRAKTIK
Perencanaan Tes Praktik
Pedoman Penskoran Tes Praktik
Contoh Kisi-kisi USBN, Kisi-kisi Penulisan Soal dan Soal

LAMPIRAN
Contoh Kisi-Kisi Penulisan Soal dan Soal Bahasa Indonesia SD
Contoh Kisi-Kisi Penulisan Soal dan Soal Matematika SMP
Contoh Kisi-Kisi Penulisan Soal dan Soal Biologi SMP
Contoh Kisi-Kisi Penulisan Soal dan Soal PKn/PPKn SMA
Contoh Kisi-Kisi Penulisan Soal dan Soal Praktik Seni Budaya SMA

BAB I
 PENDAHULUAN

Penilaian hasil berguru merupakan proses pengumpulan informasi/data wacana capaian berguru peserta didik. Penilaian tersebut sanggup dilakukan oleh Pendidik, Satuan Pendidikan, dan Pemerintah. Penilaian hasil berguru oleh pendidik (guru) dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil berguru melalui penugasan dan pengukuran pencapaian satu atau lebih Kompetensi Dasar. Penilaian hasil berguru oleh satuan pendidikan dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai legalisasi prestasi berguru dan/atau penyelesaian dari suatu Satuan Pendidikan dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah. Penilaian hasil berguru oleh Pemerintah dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN) dan/atau bentuk lain dalam rangka pengendalian mutu pendidikan.

Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) merupakan ujian selesai dari satuan pendidikan yang berstandar nasional. Oleh lantaran hasil USBN menentukan kelulusan dari satuan pendidikan maka soal USBN diharapkan memenuhi syarat instrumen yang baik sehingga menawarkan informasi yang valid dan objektif. Soal ujian yang kurang baik menawarkan informasi yang tidak sesuai dengan capaian siswa sehingga sanggup merugikan siswa dan menawarkan informasi yang tidak tepat atau menyesatkan untuk pengambil keputusan. Penulisan soal USBN menjadi kritikal lantaran ditulis oleh guru pada masing-masing satuan pendidikan. Dalam perjuangan meningkatkan kualitas soal USBN perlu dijelaskan tahapan yang harus dilalui dalam penulisan soal serta kaidah penulisan soal.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya pada Pengantar, penilaian terhadap peserta didik sanggup memakai aneka macam bentuk penilaian, tergantung pada tujuan dan kompetensi yang dinilai. Untuk USBN pada tahun pelajaran 2017/2018, ujian memakai tes tertulis (pilihan ganda dan uraian) dan tes praktik. Oleh lantaran itu, pembahasan dalam modul ini dibatasi pada tes tertulis bentuk pilihan ganda dan uraian serta tes praktik.1

Penilaian melalui USBN merupakan penilaian yang terstandar. Untuk penilaian terstandar, harus ada contoh yang sama, baik dalam penyusunan soal maupun dalam pelaksanaan ujian. Dalam pelaksanaan ujian yang menjadi contoh ialah Prosedur Operasional Standar (POS) USBN. Dalam penyusunan soal, yang menjadi contoh ialah kisi-kisi USBN yang disusun berdasarkan kriteria pencapaian Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, dan kurikulum yang berlaku. Namun kisi-kisi USBN hanya merupakan awal dari pengembangan soal USBN, beberapa langkah yang perlu ditempuh untuk memperoleh soal USBN yang berkualitas sebagai berikut.

1. Penyusunan indikator soal
Indikator soal merupakan jabaran lingkup materi dan level kognitif dari kisi-kisi USBN, sebagai pedoman bagi penulisan atau perakitan soal.

2. Penulisan soal
Soal ditulis oleh guru mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan berdasarkan indikator soal yang disusun oleh KKG/MGMP. Penulisan soal termasuk pedoman penskoran untuk soal uraian dan tes praktik.

3. Penelaahan Soal
Penelaahan soal dilakukan secara kualitatif berdasarkan kaidah penulisan soal oleh penelaah soal, dilakukan oleh KKG/MGMP. Hasil telaah soal diklasifikasikan menjadi soal baik, soal kurang baik, dan soal ditolak. Soal baik eksklusif diterima/dapat digunakan, soal kurang baik perlu diperbaiki, dan soal yang ditolak dikembalikan ke penulis atau tidak digunakan.

4. Perakitan soal
Soal-soal baik selanjutnya dirakit menjadi beberapa paket soal untuk dipakai dalam ujian. Pada perakitan, dilakukan penggabungan antara soal dari Kementrian dan soal yang ditulis oleh pendidik. Perakitan sanggup dilakukan di satuan pendidikan atau KKG/MGMP.

BAB II
KISI-KISI SOAL USBN

Kisi-kisi merupakan suatu pedoman untuk menulis atau merakit soal. Kisi-kisi USBN yang ditetapkan oleh BSNP dikembangkan berdasarkan kurikulum yang berlaku, yaitu kurikulum 2006 dan kurikulum 2013. Format kisi-kisi USBN berisi lingkup materi dan level kognitif. Proses penyusunan kisi-kisi USBN dimulai dengan menganalisis kompetensi dasar yang terdapat pada kurikulum suatu mata pelajaran. Semua materi kemudian dikelompokkan menjadi beberapa lingkup materi. Materi yang tercakup dalam setiap lingkup materi dipetakan ke dalam tiga level kognitif, yaitu pengetahuan, aplikasi, dan penalaran. Pemetaan materi ke dalam level kognitif disesuaikan dengan kompetensi dasar dalam kurikulum.

Contoh Kisi-kisi USBN Lihat preview

Pada kisi-kisi tersebut kompetensi yang diuji masih terlalu luas dan umum sehingga perlu dijabarkan lebih spesifik dalam indikator soal. Pada indikator soal tergambar kompetensi yang diuji sesuai dengan level kognitif dan materi. Dari satu indikator sanggup disusun beberapa soal yang pararel. Pada USBN, pengembangan indikator soal dilakukan di KKG atau MGMP.

Indikator soal
Indikator soal yang disusun oleh KKG/MGMP dimasukkan dalam format dengan beberapa komponen, yaitu: kompetensi yang diuji, lingkup materi, materi, level kognitif, indikator, bentuk soal, dan nomor soal.

Penyusunan Indikator
Indikator dijadikan contoh dalam menciptakan soal. Kriteria perumusan indikator:
  1. Memuat ciri-ciri kompetensi yang akan diuji.
  2. Memuat kata kerja operasional yang sanggup diukur (satu kata kerja operasional untuk soal pilihan ganda, satu atau lebih kata kerja operasional untuk soal uraian dan instrumen penilaian keterampilan/praktik).
  3. Berkaitan dengan materi/konsep yang dipilih.
  4. Dapat dibentuk soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah ditetapkan.

Komponen indikator soal yang perlu diperhatikan ialah subjek, sikap yang akan diukur, dan kondisi/konteks/stimulus.


BAB III
PENYUSUNAN SOAL TES TERTULIS

Teknik Penulisan Soal Pilihan Ganda (PG)

Soal PG merupakan bentuk soal yang jawabannya sanggup dipilih dari beberapa kemungkinan balasan (option) yang telah disediakan. Setiap soal PG terdiri atas pokok soal (stem) dan pilihan balasan (option). Pilihan balasan terdiri atas kunci balasan dan pengecoh (distractor). Kunci balasan merupakan balasan benar atau paling benar, sedangkan pengecoh merupakan balasan tidak benar, tetapi peserta didik yang tidak menguasai materi memungkinkan menentukan pengecoh tersebut.

1. Keunggulan dan keterbatasan
Beberapa keunggulan dari bentuk soal PG adalah:
  • dapat diskor dengan mudah, cepat, dan mempunyai objektivitas yang tinggi;
  • dapat mengukur aneka macam tingkatan kognitif;
  • mencakup ruang lingkup materi yang luas;
  • tepat dipakai untuk ujian berskala besar yang akhirnya harus segera diumumkan, ibarat ujian nasional, ujian selesai sekolah, dan ujian seleksi pegawai negeri.

Beberapa keterbatasan dari bentuk soal PG adalah:
  • perlu waktu usang untuk menyusun soal;
  • sulit menciptakan pengecoh yang homogen dan berfungsi;
  • terdapat peluang untuk menebak kunci jawaban.


2. Kaidah Penulisan Soal Bentuk PG
Dalam menulis soal bentuk PG, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:

Materi
  1. Soal harus sesuai dengan indikator.
  2. Pilihan balasan harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
  3. Setiap soal harus mempunyai satu balasan yang benar atau yang paling benar.


Konstruksi
  1. Pokok soal harus dirumuskan secara terperinci dan tegas.
  2. Rumusan pokok soal dan pilihan balasan harus merupakan pernyataan yang diharapkan saja.
  3. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah balasan benar.
  4. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
  5. Panjang rumusan pilihan balasan harus relatif sama.
  6. Pilihan balasan jangan mengandung pernyataan, “Semua pilihan balasan di atas salah” atau “Semua pilihan jawabandi atas benar”.
  7. Pilihan balasan yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut atau kronologisnya.
  8. Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus terperinci dan berfungsi.
  9. Butir soal jangan bergantung pada balasan soal sebelumnya.

Bahasa
  1. Setiap soal harus memakai bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
  2. Jangan memakai bahasa yang berlaku setempat bila soal akan dipakai untuk kawasan lain atau nasional.
  3. Setiap soal harus memakai bahasa yang komunikatif.
  4. Setiap pilihan balasan jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian.


Teknik Penulisan Soal Uraian
Soal bentuk uraian menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan-gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dalam bentuk uraian tertulis.

1. Keunggulan dan keterbatasan soal bentuk uraian

Keunggulan
Dapat mengukur kompetensi peserta didik dalam hal menyajikan balasan terurai secara bebas, mengorganisasikan pikirannya, mengemukakan pendapatnya, dan mengekspresikan gagasan-gagasan dengan memakai kata-kata atau kalimat peserta didik sendiri.

Keterbatasan
Jumlah materi atau pokok bahasan yang sanggup ditanyakan terbatas, waktu untuk menyelidiki balasan cukup lama, penskorannya relatif subjektif, dan tingkat reliabilitas relatif lebih rendah dibandingkan dengan soal bentuk pilihan ganda lantaran reliabilitas skor pada soal bentuk uraian sangat tergantung pada penskor tes.

Berdasarkan penskoran, soal bentuk uraian diklasifikasikan menjadi uraian objektif dan uraian non objektif.
  • Soal bentuk uraian objektif ialah rumusan soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan balasan dengan pengertian/konsep tertentu sehingga penskoran sanggup dilakukan secara objektif.
  • Soal bentuk uraian non objektif ialah rumusan soal yang menuntut sehimpunan balasan berupa pengertian/konsep berdasarkan pendapat masing-masing peserta didik sehingga penskorannya sukar dilakukan secara objektif (penskoran sanggup mengandung unsur subjektivitas).


Pada prinsipnya, perbedaan antara soal bentuk uraian objektif dan non objektif terletak pada kepastian penskoran. Pada soal uraian bentuk objektif, pedoman penskoran berisi kunci balasan yang lebih pasti. Setiap kata kunci diuraikan secara terperinci dan diberi skor 1. Pada soal uraian bentuk non objektif, pedoman penskoran berisi kriteria-kriteria dan setiap kriteria diskor dalam bentuk rentang skor.

2. Kaidah penulisan soal uraian
Beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam penulisan soal bentuk uraian ialah sebagai berikut:

Materi
  1. Soal harus sesuai dengan indikator.
  2. Batasan pertanyaan dan balasan yang diharapkan (ruang lingkup) harus jelas.
  3. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran, misal soal Matematika harus menanyakan kompetensi Matematika, bukan kompetensi berbahasa atau yang lainnya.
  4. Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas. Tingkat kompetensi yang diukur harus disesuaikan dengan tingkatan peserta didik, misal kompetensi pada jenjang Sekolah Menengan Atas dihentikan ditanyakan pada jenjang SMP, walaupun materinya sama, atau sebaliknya soal untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama dihentikan ditanyakan pada jenjang SMA.

Konstruksi
  1. Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus memakai kata-kata tanya atau perintah yang menuntut balasan terurai, seperti: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah. Jangan memakai kata tanya yang tidak menuntut balasan uraian, misalnya: siapa, di mana, kapan. Demikian juga kata-kata tanya yang hanya menuntut balasan ya atau tidak.
  2. Buatlah petunjuk yang terperinci wacana cara mengerjakan soal.
  3. Buatlah pedoman penskoran segera sesudah soal ditulis dengan cara menguraikan komponen yang akan dinilai atau kriteria penskoran, besar skor bagi setiap komponen, atau rentang skor yang sanggup diperoleh untuk setiap kriteria dalam soal yang bersangkutan.
  4. Hal-hal lain yang menyertai soal ibarat tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya harus disajikan dengan jelas, berfungsi, dan terbaca, sehingga tidak menjadikan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna.

Bahasa
  1. Rumusan butir soal memakai bahasa (kalimat dan kata-kata) yang sederhana dan komunikatif sehingga gampang dipahami oleh peserta didik.
  2. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang sanggup menyinggung perasaan peserta didik atau kelompok tertentu.
  3. Rumusan soal tidak memakai kata-kata/kalimat yang menjadikan penafsiran ganda atau salah pengertian.
  4. Butir soal memakai Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
  5. Rumusan soal sudah mempertimbangkan segi bahasa dan budaya.
  6. Jangan memakai bahasa yang berlaku setempat.


3. Penyusunan Pedoman Penskoran
Pedoman penskoran merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskan wacana batasan atau kata-kata kunci atau konsep untuk melaksanakan penskoran terhadap soal-soal bentuk uraian objektif dan kemungkinan-kemungkinan balasan yang diharapkan atau kriteria-kriteria balasan yang dipakai untuk melaksanakan penskoran terhadap soal-soal uraian non objektif. Pedoman penskoran untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera sesudah penulisan soal.

4. Kaidah Penulisan Pedoman Penskoran

Uraian Objektif
  1. Tuliskan semua kemungkinan balasan benar atau kata kunci balasan dengan terperinci untuk setiap nomor soal.
  2. Setiap kata kunci diberi skor 1 (satu).
  3. Apabila suatu pertanyaan mempunyai beberapa subpertanyaan, rincilah kata kunci dari balasan soal tersebut menjadi beberapa kata kunci subjawaban. Kata-kata kunci ini dibuatkan skornya masing-masing 1.
  4. Jumlahkan skor dari semua kata kunci yang telah ditetapkan pada soal. Jumlah skor ini disebut skor maksimum dari satu soal.

Uraian Non objektif
  1. Tuliskan garis-garis besar balasan sebagai kriteria balasan untuk dijadikan pedoman atau dasar dalam memberi skor. Kriteria balasan disusun sedemikian rupa sehingga pendapat/pandangan pribadi peserta didik yang berbeda sanggup diskor berdasarkan mutu uraian jawabannya.
  2. Tetapkan rentang skor untuk tiap garis besar jawaban. Besar rentang skor terendah 0 (nol), sedangkan rentang skor tertinggi ditentukan berdasarkan keadaan balasan yang dituntut oleh soal itu sendiri. Semakin kompleks jawaban, rentang skor semakin besar. Untuk memudahkan penskoran, setiap rentang skor diberi rincian berdasarkan kualitas jawaban, contohnya untuk rentang skor 0 - 3: balasan tidak baik 0, agak baik 1, baik 2, sangat baik 3. Kriteria kualitas balasan (baik tidaknya jawaban) ditetapkan oleh penulis soal.
  3. Jumlahkan skor tertinggi dari tiap-tiap rentang skor yang telah ditetapkan. Jumlah skor dari beberapa kriteria ini disebut skor maksimum dari satu soal.


5. Prosedur penskoran
  1. Pemberian skor pada balasan uraian sebaiknya dilakukan per nomor soal yang sama untuk semua balasan peserta didik biar konsistensi penskor terjaga dan skor yang dihasilkan adil untuk semua peserta didik.
  2. Untuk uraian objektif: periksalah balasan peserta didik dengan mencocokkan balasan dengan pedoman penskoran. Setiap balasan peserta didik yang sesuai dengan kunci dinyatakan “Benar” dan diberi skor 1, sedangkan balasan peserta didik yang tidak sesuai dengan kunci dianggap “Salah” dan diberi skor 0. Tidak dibenarkan memberi skor selain 0 dan 1. Apabila ada balasan peserta didik yang kurang sempurna, kurang memuaskan, atau kurang lengkap, pemeriksa harus sanggup menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Dengan demikian sanggup diputuskan akan diberi skor 0 atau 1 untuk balasan tersebut.
  3. Untuk uraian non objektif: periksalah balasan peserta didik dengan mencocokkan balasan dengan pedoman penskoran. Pemberian skor disesuaikan antara kualitas balasan peserta didik dan kriteria jawaban. Di dalam pedoman penskoran sudah ditetapkan skor yang diberikan untuk setiap tingkatan kualitas jawaban.
  4. Baik soal uraian objektif maupun soal non objektif, bila tiap butir soal sudah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan peserta didik pada setiap nomor butir soal.
  5. Apabila dalam satu tes terdapat lebih dari satu nomor soal uraian, setiap nomor soal uraian diberi bobot. Pemberian bobot dilakukan dengan membandingkan semua soal yang ada dilihat dari kedalaman materi, kerumitan/kompleksitas jawaban, dan tingkat kognitif yang diukur. Skala yang dipakai dalam satu tes ialah 10 atau 100 sehingga jumlah bobot dari semua soal ialah 10 atau 100. Pemberian bobot pada setiap soal uraian dilakukan pada dikala merakit tes.
  6. Jumlahkan semua nilai yang telah diperoleh peserta didik dalam perangkat tes. Jumlah ini disebut nilai selesai dari satu perangkat tes uraian yang disajikan.


Hal-Hal Yang Perlu Dihindari Dalam Penulisan Soal
Soal ujian tidak hanya harus memperhatikan kaidah dari segi materi, konstruksi, dan bahasa, tetapi juga hal lain yang dipandang sanggup menjadikan akhir yang negatif. Penulis dan penelaah soal perlu peka terhadap isu-isu, topik, yang mungkin menjadikan dampak negatif baik terhadap siswa maupun masyarakat. Sebagai contoh, memakai nama tokoh yang masih hidup dalam soal sanggup diinterpretasikan mempromosikan tokoh tersebut. Demikan juga memakai gambar suatu produk dengan merek tertentu sanggup dipandang sebagai perjuangan mempromosikan produk.

Secara ringkas, hal yang perlu dihindari dalam penulisan soal:
  1. Soal dihentikan menyinggung suku, agama, ras, antargolongan (SARA).
  2. Soal tidak boleh bermuatan politik, pornografi, promosi produk komersil (iklan) atau instansi (nama sekolah, nama wilayah), kekerasan, dan bentuk lainnya yang sanggup menjadikan imbas negatif atau hal-hal yang sanggup menguntungkan atau merugikan kelompok tertentu.

    Download Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN)

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN) ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:



    Download File:

    Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN).pdf

    Sumber: https://usbn.puspendik.kemdikbud.go.id

    Baca juga:
    Panduan Penulisan Soal SD MI Sekolah Menengah Pertama MTs Sekolah Menengan Atas MA SMK (Diterbitkan oleh Balitbang Kemdikbud)

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Pedoman Penilaian Oleh Pendidik dan Modul USBN (Panduan Penyusunan Soal USBN). Semoga bisa bermanfaat.

    Artikel Terkait

    Belum ada Komentar untuk "Pedoman Evaluasi Oleh Pendidik Dan Modul Usbn (Panduan Penyusunan Soal Usbn)"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel