Buku Smk - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Smk Dalam Industri Teknologi Terapan

Berikut ini yaitu berkas Buku Sekolah Menengah kejuruan - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri Teknologi Terapan. Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Download file format PDF.

 Optimalisasi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri Teknologi Terapan Buku Sekolah Menengah kejuruan - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri Teknologi Terapan
Buku Sekolah Menengah kejuruan - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri Teknologi Terapan

Buku Sekolah Menengah kejuruan - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri Teknologi Terapan

Berikut ini kutipan teks/keteranga dari isi berkas Buku Sekolah Menengah kejuruan - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri Teknologi Terapan:

Baca Juga

Pemenuhan SDM berkualitas di Indonesia salah satunya sanggup dilakukan melalui pengembangan layanan pendidikan menengah kejuruan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman. Pendidikan kejuruan di Indonesia ketika ini masih menghadapi bebagai permasalahan, salah satunya yaitu masih tingginya tingkat pengangguran lulusan Sekolah Menengah kejuruan yang disebabkan oleh kurang sesuainya kompetensi lulusan Sekolah Menengah kejuruan dengan kebutuhan industri.

Buku ini disusun berdasarkan kajian hasil penelitian wacana Kebutuhan Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri/Teknologi Terapan, yang telah dilakukan di 8 provinsi, yaitu: DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah spesial Yogyakarta, Kepulauan Riau, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan. Sampel Sekolah Menengah kejuruan dipilih berdasarkan kompetensi keahlian yang di Sekolah Menengah kejuruan yang meliputi: 1) Teknik Pemesinan, 2) Teknik Kendaraan Ringan, 3) Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan, 4) Nautika Kapal Niaga, 5) Kecantikan Kulit dan Rambut, 6) Kriya Kreatif Batik dan Tekstil, dan 7) Teknik Komputer dan Jaringan. Hasil kajian ini merupakan gagasan yang ditawarkan oleh penyusun, dan berdasarkan masukan dari FGD dengan para praktisi (Du/Di, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan Humas, serta Guru Produktif). Buku ini memperlihatkan usulan model untuk mengoptimalkan kompetensi lulusan Sekolah Menengah kejuruan dalam industri/teknologi terapan.

Oleh lantaran itu, dengan tersusunnya buku Ini, penyusun mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan yang maha Kuasa atas limpahan rahmat-Nya, diiringi dengan ucapan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya buku ini. Terlebih lagi penyusun mengucapkan terima kasih atas kepercayan pimpinan FKIP UNS dan Direktorat PSMK yang telah memberikan kepercayaan kepada penyusun untuk ikut serta berjuang memajukan mutu Pendidikan di Indonesia. Penyusun berharap buku ini sanggup bermanfaat dan sanggup dipergunakan oleh seluruh instansi terkait, baik negeri maupun swasta sehingga bisa mengoptimalkan kompetensi lulusan Sekolah Menengah kejuruan dalam industri/teknologi terapan.

Buku Sekolah Menengah kejuruan - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri Teknologi Terapan ini berisi antara lain:

BAB I PENDAHULUAN
A. Pendidikan Kejuruan dan Teknologi Terapan
B. Keterampilan untuk Masa Depan
C. Tantangan dalam Menyiapakan Kompetensi Baru untuk Siswa Sekolah Menengah kejuruan pada Era Revolusi Industri 4.0
D. Permasalahan Pengembangan Keterampilan di SMK

BAB II KEBUTUHAN KOMPETENSI DI SMK
A. Kesenjangan Kompetensi di Sekolah Menengah kejuruan dan Kebutuhan Industri
B. Kebutuhan Kompetensi di SMK

BAB III MODEL OPTIMALISASI KOMPETENSI SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN
A. PENDIDIKAN KEJURUAN DAN TEKNOLOGI TERAPAN

Salah satu pilar pendidikan wacana pemerataan susukan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia mempunyai kompetensi hidup (life skills) yang akan mendorong terwujudnya pembangunan insan seutuhnya yang dijiwai nilai-nilai Pancasila. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara sesuai dengan minat dan talenta yang dimiliki tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama dan gender berhak memperolehnya sesuai dengan hak asasi setiap warga Negara Indonesia.

Berdasarkan data United Nations Development Programme (2017) bahwa peringkat mutu sumber daya insan (Human Development Index / HDI) Indonesia berada pada urutan ke 116 di dunia dan 6 di ASEAN.

Sesuai data tersebut diketahui bahwa posisi daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan ASIA relatif masih rendah. Indikator tingkat keberhasilan pembangunan nasional sangat terkait dengan kualitas sumber daya manusia. Oleh alasannya yaitu itu pemerintah telah berupaya memaksimalkan pembangunan kapasitas sumber daya insan Indonesia melalui sektor pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal.

Salah satu jalur pendidikan formal yang menyiapkan lulusannya untuk mempunyai keunggulan di dunia kerja yaitu Sekolah Menangah Kejuruan (SMK). Idealnya lulusan Sekolah Menengah kejuruan merupakan tenaga kerja tingkat menengah yang siap pakai, dalam arti pribadi bisa bekerja di dunia perjuangan dan industri.

Sejalan dengan RPJMN 2015 – 2019, oleh Direktorat PSMK dalam planning strategis 2015 – 2019 mempunyai visi “Terbentuknya Insan dan Ekosistem Pendidikan Sekolah Menengah kejuruan yang berkarakter dengan belandaskan gotong royong.” Salah satu agenda prioritas untuk merealisasikan visi tersebut yaitu agenda pengembangan Teaching Factory dan Technopark di SMK. Permasalahan Sekolah Menengah kejuruan ketika ini umumnya terkait dengan keterbatasan peralatan, masih rendahnya biaya praktik, dan lingkungan berguru yang belum sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Oleh lantaran itu, untuk mendapat lulusan Sekolah Menengah kejuruan yang siap pakai, perlu dilakukan kerjasama antara Sekolah Menengah kejuruan dengan dunia perjuangan /dunia industri dengan tujuan untuk mempercepat waktu penyesuaian bagi lulusan Sekolah Menengah kejuruan dalam memasuki dunia kerja / dunia industri dengan tujuan untuk mempercepat waktu penyesuaian bagi lulusan Sekolah Menengah kejuruan dalam memasuki dunia kerja dan pada alhasil juga akan meningkatkan mutu SMK.

Pertumbuhan jumlah siswa Sekolah Menengah kejuruan baik negeri maupun swasta memperlihatkan animo yang semakin meningkat yaitu: 4.334.987 siswa pada tahun 2015, kemudian pada tahun 2016 meningkat menjadi 4.682.913, sedangkan pada tahun 2017 menjadi 4.785.106 (Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, 2017). Sehingga akad pada revitalisasi Sekolah Menengah kejuruan yang dicanangkan pemerintah harus dijadikan momentum untuk membuat pendidikan vokasi khususnya di Sekolah Menengah kejuruan akan bisa menjawab kebutuhan akan tenaga kerja terdidik dan terampil di tingkat menengah yang berkualitas. Namun, dari data BPS per Agustus 2017 memperlihatkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan Sekolah Menengah kejuruan tergolong sangat tinggi yaitu 11,41 % atau sekitar 12,59 juta lulusan tidak terserap di dunia kerja. Kondisi ini menempatkan pendidikan Sekolah Menengah kejuruan pada pertama penyumbang pengangguran terbuka berdasarkan jenjang pendidikan disusul Sekolah Menengan Atas di urutan ke dua dan Diploma diurutan ke tiga. Fenomena ini tentunya sangat bertolak belakang dengan fungsi dan tujuan diselenggarakannya pendidikan kejuruan (SMK) di Indonesia, dimana lulusan Sekolah Menengah kejuruan seharusnya siap pakai di dunia kerja.

Fokus perjuangan untuk meningkatkan kualitas lulusan Sekolah Menengah kejuruan secara simultan telah disusun dan dilakukan, baik melalui kebijakan-kebijakan maupun revitalisasi pendidikan kejuruan, seperti: 1) Pengembangan kelembagaan sekolah kejuruan, 2) Keterlibatan dunia perjuangan dan dunia industri dalam pendidikan kejuruan, 3) Penyelarasan kurikulum, 4) Sertifikasi kompetensi lulusan, 5) Pemenuhan sarana dan prasarana, 6) Penyediaan dan peningkatan kualitas guru, 7) Akreditasi dan tata kelola penyelenggaraan pendidikan kejuruan, dan 8) Regulasi- regulasi untuk mendukung pendidikan kejuruan. Dukungan pemerintah dalam memajukan kualitas pendidikan kejuruan sangat serius, lantaran pendidikan kejuruan disebut-sebut sebagai solusi yang paling relevan terhadap kasus lapangan pekerjaan. Dukungan pemerintah didasarkan pada data bahwa pada tahun 2025 Indonesia akan mendapat bonus demografi yaitu tingginya usia produktif (BPS, 2010). Tingginya usia produksi tersebut harus didukung dengan kompetensi yang memadai untuk menyuplai kebutuhan tenaga kerja industri-industri di dalam negeri. Sehingga pendidikan kejuruan (SMK) sanggup mengambil kiprah utama dalam menyiapak generasi emas yaitu generasi usia produktif dengan membekali kompetensi-kerampilan yang relevan dengan kebutuhan industri ketika ini.

Di USA akad pemerintah dalam mendukung ketersediaan tenaga kerja terampil diwujudkan dengan dikeluarkannya undang-undang pendidikan kejuruan dan teknologi terapan (Vocational and Applied Technology Education Act of 1990 (20 U.S.C. 2301et seq.)). Sekilas pendidikan kejuruan yang dimaksud pada undang undang tersebut yaitu sama dengan pola pendidikan kejuruan yang kita terapkan di Indonesia yaitu: menyiapkan lulusan yang siap bekerja di dunia kerja.

The Perkins Act defines vocational-technical education as organized educational programs offering sequences of courses directly related to preparing individuals for paid or unpaid employment in current or emerging occupations requiring other than a baccalaureate or advanced degree. Programs include competency-based applied learning which contributes to an individual's academic knowledge, higher-order reasoning, problem solving skills, and the occupational-specific skills necessary for economic independence as a productive and contributing member of society. (U.S. Department of Education, 2002).

Namun, yang membedakan yaitu pada undang-undang tersebut di dalamnya ada muatan pendidikan berbasis teknologi terapan. Pendidikan berbasis teknologi terapan yang dimaksud yaitu proses berguru dimana sekolah berkerjasama dengan industri mengajarkan dan melatihkan kepada siswa wacana teknologi-teknologi terapan yang diterapkan di industri. Sehingga kompetensi siswa akan meningkat dan sejalan dengan kebutuhan di industri.

Penyiapan kompetensi untuk generasi emas Indonesia dalam menyongsong tingginya usia produktif di tahun 2025 sanggup mengadopsi pola pendidikan kejuruan dengan berbasis teknologi terapan. Pola pendidikan ini akan sejalan dengan tuntutan kurun Revolusi Industri 4.0 yang dicirikan oleh kompleksnya permasalahan yang akan dihadapi penduduk dunia. Semua jenis pekerjaan semakin kompleks, hal ini disebabkan kombinasi globalisasi dan teknologi informasi dengan kecepatannya luar biasa dan di luar dugaan. Usia-usia produktif yang merupakan aset bangsa ini untuk berkiprah di kurun Revolusi Industri 4.0 diharapkan kecakapan dalam menangani duduk masalah yang kompleks.

B. KETERAMPILAN UNTUK MASA DEPAN
Pendidikan kejuruan memainkan kiprah penting dalam menyiapkan tenaga kerja yang siap pakai untuk industri, khususnya bidang pekerjaan dengan level menengah. Namun dalam kenyataanya ketika ini, banyak industri yang kesulitan mendapat tenaga kerja yang siap pakai. Banyak lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang siap bekerja sebagai karyawan, namun sebagian besar angkatan kerja yang berpendidikan SMK  tersebut tidak mempunyai kecocokan keterampilan atau kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri.

Roe (2001) mendefinisakan kompetensi sebagai kemampuan untuk melaksanakan kiprah atau kiprah secara memadai. Kompetensi merupakan pengintegrasian pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai pribadi dan sikap. Kompetensi dibangun berdasarkan pengetahuan dan keterampilan dan diperoleh melalui pengalaman kerja dan pembelajaran. Menurut Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), kompetensi yaitu pernyataan wacana bagaimana seseorang sanggup mendemontrasikan: keterampilan, pengetahuan dan perilaku di daerah kerja sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh daerah kerja (industri).

Industri di Indonesia menghadapi tantangan dalam mencari tenaga kerja terampil pada tingkat keterampilan yang dibutuhkan pada kurun revolusi industri 4.0. Dimana teknologi berkembang lebih cepat dari sebelumnya. Hal ini sangat penting untuk dipahami perubahan-perubahan yang menjadi tuntutan Industri 4.0. Pergerakan revolusi industri 4.0 atau terdapatnya revolusi industri generasi keempat berdasarkan Schwab (2017) ditandai dengan munculnya supercomputer, aneka robot canggih, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetic dan perkembangan neuroteknologi yang sanggup memungkinkan insan untuk lebih mengoptimalkan kerja fungsi syaraf sentra otak.

Revolusi industri 4.0 telah dipandang sebagai sebuah tantangan. Dengan adanya perkembangan teknologi komputasi dan robotik di kurun revolusi industri 4.0 ini akan membawa imbas pada hilangnya pekerjaan terutama untuk pekerja level menengah ke bawah lantaran akan bermetamorfosis otomatisasi (Sung, 2017). Namun, bagi tenaga kerja terampil akan mempunyai kesempatan untuk mengambil penggalan dalam aneka macam kiprah yang lebih besar dan tidak lagi terkait dengan hanya satu jenis pekerjaan tertentu. Akan ada pengurangan yang signifikan dalam pekerjaan yang monoton dan ergonomis. Karyawan harus mengembangkan ruang dengan robot cerdas. Kerja tim akan menjadi pusat, tidak hanya di tingkat horisontal dan vertikal, tapi juga di keseluruan daerah kerja.

Perubahan lingkungan kerja menyesuiakan dengan revolusi industri 4.0 akan melahirkan kompetensi baru. Keterampilan gres ini tidak akan menggantikan keahlian yang ada. Sebaliknya, keterampilan gres ini akan dibutuhkan di samping keterampilan yang penting dalam skenario ketika ini.

Sesuai dengan survei 'Future of Jobs' yang dilakukan oleh World Economic Forum, diharapkan sejumlah keterampilan yang tidak dianggap penting dalam konteks ketika ini ini akan membentuk sepertiga dari kompetensi inti yang dibutuhkan pada aneka macam bidang pekerjaan di tahun 2020 Pergeseran kebutuhan keterampilan menyerupai itu didukung oleh dengan peningkatan digitalisasi. Kemampuan untuk bekerja dengan data dan membuat keputusan berbasis data akan memainkan kiprah utama dalam pekerjaan di masa depan. Dengan adopsi otomasi dan kecerdasan buatan, sejumlah kiprah yang melibatkan keterampilan teknis menyerupai memecahkan kasus mesin, dan keterampilan administrasi sumber daya lainnya. Seperti orang dan administrasi waktu akan dihilangkan. Sesuai dengan survei tersebut, diharapkan bahwa persentase pekerjaan yang memerlukan Keterampilan Manajemen Keterampilan dan Keterampilan Teknis sebagai penggalan dari keahlian inti mereka akan turun dari ketika ini masing-masing 14% dan 14% menjadi 12% dan 13% pada tahun 2020. Namun, ajakan akan keterampilan teknis yang diharapkan untuk perbaikan dan pemeliharaan akan meningkat. Persentase pekerjaan yang membutuhkan Kemampuan Kognitif sebagai keterampilan inti akan meningkat menjadi 15%, dari tingkat ketika ini sebesar 11% .

Manufaktur industri yang didominasi menyerupai automotive diharapkan sanggup melihat peningkatan ajakan akan kemampuan kognitif, keterampilan konten, keterampilan sistem dan keterampilan proses di masa depan. Hal ini sanggup dikaitkan dengan fakta bahwa industri otomotif berada di garis depan mengadopsi teknologi Industri 4.0 dan akan menjadi yang pertama mengalami Industri 4.0 dalam skala yang lebih besar.

Meskipun ajakan keterampilan di tingkat industri agregat diperkirakan akan berkembang menyerupai di atas, tingkat perubahan persyaratan keterampilan dalam keluarga pekerjaan individu bahkan lebih signifikan.Misalnya, di antara semua pekerjaan yang membutuhkan kemampuan kognitif sebagai penggalan dari keahlian inti mereka, 52% pekerjaan tidak mempunyai persyaratan menyerupai kini dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020. Dalam 30% pekerjaan, ajakan ketika ini yaitu tinggi dan diharapkan mempunyai ajakan yang stabil. Sisanya 16% dari pekerjaan yang membutuhkan kemampuan kognitif tinggi ketika ini akan melihat penurunan pentingnya kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif, keterampilan sistem dan keterampilan pemecahan kasus yang kompleks yaitu tiga keterampilan teratas yang diharapkan tinggi ajakan dan akan tetap menjadi hal yang penting. Kemampuan kognitif, keterampilan sistem dan keterampilan pemecahan kasus yang kompleks yaitu tiga keterampilan teratas yang diharapkan tinggi ajakan dan akan terus menjadi penting.

Dalam konteks Revolusi Industri 4.0, walaupun diharapkan tenaga kerja harus mempunyai keterampilan baru, kualifikasi dan keterampilan inti yang diberikan dalam pendidikan khususnya pendidikan kejuruan ketika ini masih akan tetap penting dan harus diperbaharui dengan evolusi teknologi industri. Keterampilan penting yang akan dibutuhkan sanggup dikelompokkan menjadi empat kategori utama.

C. TANTANGAN DALAM MENYIAPKAN KOMPETENSI BARU UNTUK SISWA Sekolah Menengah kejuruan PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Dengan dimulainya Era Revolusi Industri 4.0, Sekolah Menengah Kejuruan tidak hanya menghadapi tantangan dalam menyiapkan siswa yang terampil, tetapi juga beberapa tantangan lain yang berkaitan dengan agenda tenaga kerja dan pengembangan keterampilan yang telah ada menyerupai di bawah ini:
  1. Up-skilling: Sekolah Menengah kejuruan harus meningkatkan keterampilan siswa mereka melalui pembinaan internal atau eksternal. Sebagai contoh, seorang siswa harus mengembangkan keterampilan untuk bisa mengoperasikan alat gres secara efisien. Hal ini tentunya dituntut kerjasama dengan dunia industri.
  2. Re-skilling: Industri 4.0 diharapkan menghasilkan perpindahan kerja hingga batas tertentu. Sejumlah pekerjaan tidak akan ada lagi. Dan sejumlah pekerjaan gres akan tercipta. Sekolah Menengah kejuruan harus melaksanakan investasi untuk melaksanakan re-skilling siswa guna mempersiapkan perubahan yang diharapkan ini.
  3. Continuous Learning: Teknologi akan menjadi lama pada tingkat yang lebih cepat. Strategi pengembangan profesional berkelanjutan akan diminta untuk dengan gampang beradaptasi dengan perubahan yang dibawa oleh kemajuan teknologi.
  4. Mindset changer: Mengingat bahwa siswa harus beradaptasi dengan sejumlah perubahan, mereka akan bisa menjadi gampang menyesuaikan perubahan atau bahkan tidak sanggup menyesuaikan dengan perubahan, akan tergantung pada bagaimana Sekolah Menengah kejuruan membekali siswanya. Ini akan mengharuskan Sekolah Menengah kejuruan mempu merencanakan pembelajaran yang sesuai. 

D. PERMASALAHAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN DI SMK

Pemerintah ketika ini menyadari pentingnya pengembangan keterampilan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi di masa depan dan telah mengambil aneka macam langkah untuk menjembatani kesenjangan keterampilan. Dari peningkatan belanja pendidikan hingga peningkatan jaringan instruktur kejuruan dengan meluncurkan agenda nasional, inisiatif telah diluncurkan untuk membuat industri angkatan kerja siap pakai.
  1. Ketidaksesuaian antara ajakan dan kesediaan: Saat ini, pengembangan pendidikan kejuruan di Indonesia terutama didorong oleh dorongan, yaitu keterampilan yang diberikan oleh Sekolah Menengah kejuruan tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Untuk mengatasi kasus ini, Sekolah Menengah kejuruan telah menjalankan agenda pembinaan internal untuk memberikan keterampilan yang diperlukan.
  2. Akses: Kurangnya susukan terhadap pendidikan kejuruan juga berkontribusi terhadap kesenjangan keterampilan yang ada ketika ini lantaran sejumlah siswa tidak sanggup melanjutkan pendidikan kejuruan lantaran jumlah sekolah kejuruan dan lembaga pembinaan yang memadai di seluruh negeri tidak ada. 
  3. Kurangnya pembinaan industri: Saat ini, agenda magang industri belum terkelola dengan baik. Hal ini disebabkan oleh keterkaitan industri yang lemah di Indonesia, yang menimbulkan kurangnya kesempatan magang bagi semua siswa.
  4. Kualitas: Indonesia juga menghadapi tantangan dalam hal kurikulum yang tidak fleksibel dan ketinggalan zaman, kekurangan guru dan instruktur yang berkualitas dan tidak tersedianya infrastruktur dan bangunan yang sempurna dan terkini. 


BAB II KEBUTUHAN KOMPETENSI DI SMK
Pada penggalan ini disajikan hasil penelitian terkait kebutuhan kompetensi di SMK. Sampel penelitian ini terdiri dari Sekolah Menengah kejuruan yang tersebar di delapan provinsi di Indonesia, yang meliputi: DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah spesial Yogyakarta, Kepulauan Riau, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan.

A. KESENJANGAN KOMPETENSI DI Sekolah Menengah kejuruan DAN KEBUTUHAN INDUSTRI

Kesenjangan yang dibahas dalam buku ini mencakup kesenjangan dalam 8 (delapan) kompetensi keahlian, yaitu: 1) Teknik Pemesinan, 2) Teknik Kendaraan Ringan, 3) Teknik Komputer dan Jaringan, 4) Kriya Kreatif Batik dan Tekstil, 5) Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan, 6) Kecantikan Kulit dan Rambut, 7) Nautika Kapal Niaga, dan 8) Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura.

1. Teknik Pemesinan
Menurut pihak Du/Di dan Guru Produktif, masih terdapat beberapa kesenjangan/kurang relevannya kompetensi yang diberikan di Sekolah Menengah kejuruan dengan kebutuhan industri. Beberapa kompetensi tersebut sanggup dikategorikan sebagai berikut:

a. Pengoperasian Mesin Frais
Menurut Du/Di beberapa kompetensi pengoperasian mesin frais yang diajarkan dikurikulum Sekolah Menengah kejuruan sudah relevan dengan kebutuhan industri. Namun, pada kompetensi pengoperasian mesin frais masih terdapat tiga kompetensi yang perlu ditingkatkan lagi supaya relevan dengan kebutuhan industri. Ketiga kompetensi tersebut yaitu menerapkan mekanisme mutu, memakai perkakas tangan dan melaksanakan pekerjaan dengan mesin frais.

Hal ini sejalan dengan deskripsi data kuesioner guru produktif kompetensi keahlian teknik pemesinan, bahwa kompetensi menerapkan mekanisme mutu dan melaksanakan pekerjaan dengan mesin frais masih perlu dioptimalkan supaya relevan dengan industri.

b. Pengoperasian Mesin NC/CNC
Menurut Du/Di dalam kompetensi pengoperasian mesin NC/CNC masih terdapat enam kompetensi yang perlu ditingkatkan supaya relevan dengan industri.

Hasil kuesioner dari guru-guru produktif juga menyatakan bahwa kompetensi pengoperasian mesin NC/CNC yang diajarkan pada siswa-siwa Sekolah Menengah kejuruan masih perlu ditingkatkan supaya relevan dengan industri.

2. Teknik Kendaraan Ringan
Kompetensi keahlian kedua yang diteliti yaitu teknik kendaraan ringan. Seperti halnya pada kompetensi keahlian teknik pemesinan, terdapat beberapa kompetensi yang perlu ditingkatkan supaya relevan dengan kebutuhan industri. Adapun kompetensi dalam teknik kendaraan ringan sanggup dikategorikan sebagai berikut:
a. Pemeliharaan Kendaraan Ringan Sistem Injeksi
Menurut Du/Di terdapat tiga kompetensi yang belum relevan dengan kebutuhan industri pada pemeliharaan kendarangan ringan sistem injeksi ini. Sedangkan persentase terbesar berdasarkan guru produktif, kompetensi memelihara/servis sistem kontrol emisi yang belum relevan dengan kebutuhan industri.

b. Pemeliharaan Berkala Kendaraan Ringan Terdapat sembilan kompetensi dalam pemeliharaan terpola kendaraan ringan yang berdasarkan Du/Di perlu ditingkatkan supaya relevan dengan kebutuhan industri. Hasil pernyataan guru produktif dalam kuesioner sejalan dengan pernyataan Du/Di, bahwa masih banyak terdapat kompetensi yang perlu ditingkatkan dalam pemeliharaan terpola kendaraan ringan ini. Mayoritas guru produktif menyatakan bahwa kompetensi memelihara/servis transmisi otomatis perlu ditingkatkan supaya relevan dengan kebutuhan industri.

c. Spooring Balancing Kendaraan Ringan
Berikut ini beberapa kompetensi dalam spooring balancing kendaraan ringan yang berdasarkan Du/Di perlu ditingkatkan supaya relevan dengan kebutuhan industri. Mayoritas guru produktif menyatakan bahwa kompetensi membaca dan memahami gambar teknik, mem-balance roda/ban, serta melaksanakan pekerjaan pelurusan/spooring masih perlu ditingkatkan.

d. Pemeliharaan/Servis Chasis
Sebagain besar Du/Di menyatakan kompetensi pemeliharaan/servis chasis ini sudah relevan dengan industri. Namun, terdapat juga Du/Di yang menyatakan belum relevan dan perlu ditingkatkan. Kompetensi memelihara/servis sistem suspensi dan kemudi serta overhaul sistem rem merupakan kompetensi masih perlu ditingkatkan berdasarkan sebagian besar guru produktif.

e. Pemeliharaan Sistem Elektrikal (Kelistrikan Body)
Menurut Du/Di kompetensi memasang perlengkapan listrik tambahan (aksesoris) merupakan kompetensi yang belum relevan dengan persentase terbesar, sehingga kompetensi tersebut perlu ditingkatkan. Menurut guru produktif, kompetensi memasang, menguji dan memperbaiki sistem pengaman kelistrikan dan komponennya merupakan kompetensi yang perlu ditingkatkan dengan persentase terbesar.

f. Pemeliharaan AC Pada Kendaraan
Kompetensi memperbaiki/retrofit sistem A/C merupakan kompetensi yang perlu ditingkatkan dengan persentase terbesar berdasarkan Du/Di. Hal senada juga dikemukakan oleh secara umum dikuasai guru produktif, yaitu bahwa memperbaiki/retrofit sistem A/C merupakan kompetensi yang perlu ditingkatkan supaya relevan dengan kebutuhan industri.

3. Teknik Komputer dan Jaringan
Menurut Du/Di terdapat satu kompetensi dalam teknik komputer dan jaringan yang perlu ditingkatkan supaya relevan dengan kebutuhan industri, yaitu kompetensi memonitor keamanan dan pengaturan akun pengguna dalam jaringan komputer. Sedangkan berdasarkan guru produktif, terdapat enam kompetensi teknik komputer dan jaringan yang masih perlu ditingkatkan.

4. Kriya Kreatif Batik dan Tekstil
Dalam kompetensi keahlian kriya kreatif batik dan tekstil, terdapat dua kompetensi yang belum relevan dengan kebutuhan industri, sehingga perlu ditingkatkan. Menurut Du/Di, kompetensi tersebut terdapat dalam kategori batik cap, yaitu kompetensi mewarnai kain batik dengan cara mencolet dan mewarnai kain batik dengan cara mencelup. Dua kompetensi tersebut perlu ditingkatkan supaya sesuai dengan kebutuhan industri. Menurut guru produktif, kompetensi yang belum relevan dengan industri bukan hanya dari kategori batik cap saja, melainkan juga terdapat pada kategori lain.

5. Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan Menurut Du/Di, semua kompetensi dalam desain pemodelan dan informasi bangunan sudah relevan dengan kebutuhan industri. Namun, terdapat beberapa kompetensi yang berdasarkan guru produktif masih perlu ditingkatkan supaya relevan dengan kebutuhan industri.

6. Kecantikan Kulit dan Rambut
Menurut Du/Di, semua kompetensi kecantikan kulit dan rambut sudah relevan dengan kebutuhan industri. Namun, terdapat beberapa kompetensi yang berdasarkan guru produktif belum relevan dengan kebutuhan industri.

7. Nautika Kapal Niaga
Menurut Du/Di, semua kompetensi nautika kapal niaga sudah relevan dengan kebutuhan industri. Namun, hal yang bertentangan dikemukakan oleh guru produktif. Menurut guru produktif, masih banyak terdapat kompetensi yang perlu ditingkatkan supaya sesuai dengan kebutuhan industri.

8. Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Menurut Du/Di, kompetensi keahlian agribisnis tumbuhan pangan dan hortikultura mempunyai beberapa kommpetensi yang belum relevan dengan kebutuhan industri. Hal senada juga dikemukakan oleh guru produktif, bahwa masih terdapat beberapa kompetensi yang belum relevan dengan kebutuhan industri.

B. KEBUTUHAN KOMPETENSI DI SMK
Temuan penelitian mengindikasikan bahwa masih terdapat kesenjangan antara kompetensi yang diberikan di Sekolah Menengah kejuruan dengan yang dibutuhkan oleh industri. Hal ini mengindikasikan diperlukannya penyesuaian antara kompetensi di Sekolah Menengah kejuruan dengan yang dibutuhkan oleh industri.

Menurut Du/Di, kompetensi yang disampaikan di Sekolah Menengah kejuruan pada kompetensi keahlian kecantikan kulit dan rambut, desain pemodelan dan informasi bangunan, serta nautika kapal niaga sudah sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Sedangkan kompetensi keahlian lainnya, menyerupai teknik pemesinan, teknik kendaraan ringan, teknik komputer dan jaringan, kriya kreatif batik dan tekstil, serta agribisnis tumbuhan pangan dan hortikultura masih ada beberapa kompetensi yang perlu ditingkatkan supaya relevan dengan kebutuhan industri.

BAB III MODEL OPTIMALISASI KOMPETENSI SISWA SMK
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan data kompetensi-kompetensi yang menjadi kebutuhan industri. Dari data tersebut kemudian dibentuk perumusan wacana pengelompokkan kompetensi-kompetensi yang sejenis atau serumpun. Berdasarkan masukan dalam lembaga group diskusi (FGD) dengan praktisi industri dan SMK, maka kompetensi-kompetensi tersebut sanggup dikelompokkan kedalam 3 kelompok kompetensi yaitu: 1) Kompetensi dasar (Base Competency), 2) Kompetensi inti (Core Competency) dan 3) Kompetensi penunjang (Supporting Competency).

Kompetensi dasar (base competency) yaitu kombinasi keterampilan, pengetahuan dan kecakapan dalam menangani dan memahami materi dan proses aneka macam objek yang terkait dengan pekerjaan, menyerupai kompetensi dasar mekanik otomotif, kompetensi dasar operatar mesin CNC dan lain sebagainya. Kompetensi ini melengkapi komptensi inti yang dipersyaratkan dalam sebuah profesi. Sehingga kompetensi dasar merupakan kompetensi yang bekerjasama dan menunjang terhadap kompensi inti. Keberadaan kompetensi dasar pada diri seorang lulusan Sekolah Menengah kejuruan merupakan syarat awal untuk menjadi seorang yang profesioanl di dunia kerja.

Kompetensi inti (core competency) yaitu kombinasi keterampilan, pengetahuan dan kecakapan yang dibutuhkan supaya bisa melaksanakan tugas-tugas profesi secara minimal dengan kesalahan minimum. Kompetensi ini merujuk pada sejumlah pengetahuan dasar yang dibutuhkan dalam jabatan-jabatan mekanik yang spesifik.

Kompetensi penunjang (supporting competency) yaitu merupakan kombinasi keterampilan, pengetahuan dan kecakapan dalam hal mental dan perilaku (thinking & attitude), mulut kualitas personal (personal quality) dan kecakapan bekerja sama dengan orang lain (working with others) sehingga seorang lulusan Sekolah Menengah kejuruan mempunyai kecakapan dalam memberikan impresi lebih pada profesinya.

Pembentukan lulusan Sekolah Menengah kejuruan yang bisa menguasai satu jenis jabatan pekerjaan (profesi/keahlian) formal yang berjenjang, skills (hard skills maupun softskills) maka perlu dibentuk sebuah model. Dari hasil kajian ini menyarankan sebuah model yang sanggup diterapkan pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan.

Setiap Sekolah Menengah kejuruan sanggup menentukan dari keenam cara untuk meningkatkan kompetensi siswa SMK, sesuai dengan kemampuan sekolah masing-masing. Adapun klarifikasi untuk masing-masing cara yaitu sebagai berikut:

1. Du/Di Pendamping
Salah satu langkah yang sanggup dilakukan untuk mengoptimalkan kompetensi lulusan Sekolah Menengah kejuruan yaitu melalui kiprah industri pendamping, diantaranya dengan:

a. Magang Industri
Magang industri bisa diterapkan untuk siswa maupun guru. Dengan magang di industri secara langsung, maka diharapkan kompetensi yang diperoleh siswa di Sekolah Menengah kejuruan sesuai dengan kebutuhan industri. Yang perlu diperhatikan yaitu kesesuaian pekerjaan yang diberikan pada ketika magang dengan kompetensi keahlian masing-masing siswa.

b. Teaching Factory
Menurut Kuswantoro (2014) teaching factory bisa menjadi konsep implementasi kompetensi yang diberikan dengan keadaan yang gotong royong menyerupai di industri. Sehingga, teaching factory bisa menjembatani antara kompetensi yang diberikan di Sekolah Menengah kejuruan dengan kebutuhan industri.

Teaching factory merupakan irisan antara Sekolah Menengah kejuruan dengan industri. Lokasi TeFa di SMK, akan tetapi sarana produksinya bisa disupport dari industri. Sistem produksinya harus senantiasa diadaptasi dengan industri, sehingga kompetensi yang diperoleh siswa relevan dengan kebutuhan industri

c. Kelas Industri
Beberapa Sekolah Menengah kejuruan di Indonesia sudah bekerja sama dengan Du/Di untuk membuka kelas industri di SMK. Kelas industri bisa dijadikan sebagai salah satu wujud Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan dalam dunia pendidikan. Dalam kelas Industri, rekrutmen siswa diadaptasi dengan standar perusahaan. Selain itu, guru pribadi didatangkan dari industri untuk mengajar penuh di kelas industri, bukan sekedar menjadi guru tamu. Setelah lulus dari kelas industri ini, siswa bisa pribadi bekerja pada industri yang bersangkutan.

2. Optimalisasi Guru
Beberapa permasalahan di Sekolah Menengah kejuruan yang terkait dengan guru diantaranya kurangnya jumlah guru produktif, kurangnya kompetensi guru produktif, serta tidak semua kompetensi keahlian di Sekolah Menengah kejuruan ada calon gurunya di LPTK (Sitorus, 2016). Untuk mengoptimalkan kiprah guru tersebut, bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut:

a. Baedhowi, Masykuri, Triyanto, Totalia, & Wahyono (2017) menyatakan bahwa untuk mengatasi kekurangan guru produktif SMK, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merancang Program Keahlian Ganda, yang sebelumnya dikenal dengan Program Alih Fungsi Guru. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi guru SMA/SMK yang mengampu mata pelajaran adaptif untuk memperoleh kompetensi keahlian tambahan dan bisa menjadi guru mata pelajaran produktif di SMK. Solusi lain yang bisa dilakukan yaitu dengan mendatangkan guru dari industri.

b. Solusi untuk mengatasi kasus kurangnya kompetensi guru produktif bisa dilakukan dengan cara agenda magang industri bagi guru. Hal ini dilakukan supaya guru juga bisa mengikuti perkembangan kebutuhan kompetensi di industri. Pada akhirnya, diharapkan guru bisa memberikan kompetensi kepada siswa yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan di industri. Cara lain yang sanggup ditempuh yaitu dengan seminar, workshop dan bisa juga dengan meningkatkan kiprah lembaga Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) dalam membuat tenaga pendidik yang lebih profesional (Sitorus, 2016).

c. Tidak semua kompetensi keahlian di Sekolah Menengah kejuruan ada calon gurunya di LPTK. Masalah ini bisa diatasi dengan tidak hanya merekrut calon guru Sekolah Menengah kejuruan dari LPTK melainkan bisa pula dari politeknik atau dari lulusan sarjana murni dengan bidang yang relevan dengan kompetensi keahliah di SMK. Pemerintah juga telah menugaskan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2016 untuk mempercepat penyediaan guru kejuruan Sekolah Menengah kejuruan melalui pendidikan, penyetaraan, dan akreditasi serta mengembangkan agenda studi di sekolah tinggi tinggi untuk menghasilkan guru kejuruan yang dibutuhkan SMK.

3. Sertifikasi Kompetensi
Lulusan Sekolah Menengah kejuruan diharapkan mempunyai kompetensi yang dibutuhkan industri, sehingga bisa pribadi terserap di dunia kerja. Namun, realitanya masih banyak lulusan Sekolah Menengah kejuruan yang menganggur. Salah satu penyebab banyaknya lulusan Sekolah Menengah kejuruan yang menganggur yaitu lantaran industri masih memandang bahwa lulusan Sekolah Menengah kejuruan belum memenuhi standar atau persyaratan sebagai karyawan dan belum mempunyai kesiapan mental bekerja (Sitorus, 2016). Salah satu langkah yang ditempuh untuk mengatasi permasalah ini yaitu dengan meningkatkan kompetensi siswa melalui progam sertifikasi kompetensi.

Program sertifikasi kompetensi dipakai untuk menjamin supaya lulusan Sekolah Menengah kejuruan mempunyai kompetensi relevan dengan kebutuhan industri, sehingga diharapkan lulusan Sekolah Menengah kejuruan bisa lebih gampang terserap di dunia industri. Untuk mendapat sertifikat kompetensi ini bisa dilakukan melalui Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Satu (LSP-P1). LPSP-P1 merupakan Lembaga pelaksana sertifikasi kerja yang mendapat lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), dengan kata lain LSP-P1 merupakan kepanjangan tangan BNSP. Saat ini, terdapat 327 Sekolah Menengah kejuruan telah menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Satu (LSP-P1) (Maulipaksi, 2017).

BNSP telah menyusun SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) untuk keperluan evaluasi. Untuk lulusan Sekolah Menengah kejuruan sendiri memakai KKNI Level II. SKKNI ini nanti kemudian dipakai sebagai pola dalam menyusun instrumen uji kompetensi siswa SMK. SKKNI seharusnya sudah diadaptasi dengan kebutuhan industri dan juga perkembangan revolusi industri 4.0. Namun, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, masih terdapat beberapa kompetensi yang perlu ditingkatkan supaya relevan dengan kebutuhan industri, sebagaimana dijelaskan dalam Bab 2 buku ini.

4. Kurikulum 2013 dan SKKNI (KKNI Level 2)
Seperti halnya sekolah formal lainnya, Sekolah Menengah kejuruan juga mengimplementasikan kurikulum 2013. Dalam implementasinya, kurikulum 2013 harus bisa berbarengan dengan SKKNI. Langkah yang bisa dilakukan Sekolah Menengah kejuruan dalam menyelaraskan anatara implementasi kurikulum 2013 dengan SKKNI yaitu dengan penyusunan jobsheet. Jobsheet atau lembar kerja merupakan lembaran-lembaran yang berisi kiprah yang harus dikerjakan siswa. Menurut Widarto (2013) jobsheet memuat paling tidak: judul, kompetensi dasar yang akan dicapai, waktu penyelesaian, peralatan/bahan yang diharapkan untuk menuntaskan tugas, informasi singkat, langkah kerja, kiprah yang harus dilakukan, dan laporan yang harus dikerjakan. Jobsheet disesuaikan untuk tiap kompetensi dasar yang hendak dicapai. Dalam menyusun jobsheet ini guru bisa menyelaraskan antaran kompetensi dasar dalam kurikulum 2013 dengan kompetendi berdasarkan SKKNI.

5. Pembudayaan Industri di Lingkungan SMK
Pendidikan bisa dikatakan sebagai proses pembudayaan. Dengan demikian, apabila ingin menyiapkan siswa untuk bekerja di indsutri, maka penting untuk membudayakan industri di lingkungan SMK. Pembudayaan industri dimaksudkan untuk mengoptimalkan teaching factory supaya kompetensi siswa nantinya relevan dengan kebutuhan industri.

Pembudayaan yang dimaksud di sini tidak hanya sekedar mengerti aneka macam standar di industri, tetapi juga mengimplementasikannya. Agar proses pembudayaan ini bisa berjalan lancar, maka perlu didukung oleh segenap ekosistem sekolah. Tidak hanya siswa saja yang membudayakan industri, tetapi juga oleh segenap ekosistem sekolah, menyerupai kepala sekolah, tenaga pendidik dan juga tenaga kependidikan.

6. Optimalisasi Laboratorium untuk Mendukung Teaching Factory
Untuk mendukung teaching factory, diharapkan pinjaman laboratorium yang memadai/sesuai dengan kondisi di industri, baik dalam hal administrasi maupun sarana dan prasarana yang tersedia. Sekolah Menengah kejuruan harus melaksanakan penyelarasan laboratoriumnya dengan kondisi di industri, sehingga siswa bisa praktik memakai sistem yang sesuai dengan industri. Pada alhasil diharapkan kompetensi lulusan Sekolah Menengah kejuruan bisa relevan dengan kebutuhan industri.

    Download Buku Sekolah Menengah kejuruan - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri Teknologi Terapan

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Sekolah Menengah kejuruan - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri Teknologi Terapan ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Buku Sekolah Menengah kejuruan - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri Teknologi Terapan



    Download File:

    Buku Sekolah Menengah kejuruan - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri Teknologi Terapan.pdf

    Sumber: http://psmk.kemdikbud.go.id

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Sekolah Menengah kejuruan - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah kejuruan Dalam Industri Teknologi Terapan. Semoga bisa bermanfaat.

    Artikel Terkait

    Belum ada Komentar untuk "Buku Smk - Optimalisasi Kompetensi Lulusan Smk Dalam Industri Teknologi Terapan"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel